Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia memastikan penanganan kebakaran hutan dan lahan dilakukan dengan baik tahun ini melalui koordinasi antara pemangku kepentingan.
Sekretaris Jenderal kementerian, Bambang Hendroyono, mengatakan di sini pada hari Senin bahwa pemerintah telah belajar dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya dalam penanganan kebakaran hutan dan lahan untuk mengurangi jumlah area yang terbakar.
Menurutnya, penanganan kebakaran hutan dan lahan tidak lagi mempertimbangkan periode bulanan karena telah terjadi pergeseran musim kemarau dan hujan di negara ini.
Tahun ini, penanganan kebakaran hutan dan lahan dilakukan dengan mempertimbangkan periode musiman yang ditentukan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Badan tersebut telah memprediksi bahwa puncak musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia akan terjadi pada bulan Juli dan Agustus 2024, meskipun beberapa wilayah masih akan mengalami hujan.
Penanganan juga memperhitungkan fenomena cuaca yang kemungkinan terjadi, termasuk El Nino dan La Nina, lanjut Hendroyono.
Dia menjamin bahwa koordinasi lintas sektor dalam tindakan preventif akan terus berlanjut. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, bersama dengan kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah lainnya, akan terus melakukan tindakan preventif, pemadaman api, dan upaya restorasi lingkungan.
“Yang paling penting adalah di tingkat masyarakat; tim operasional di lapangan harus terus melaporkan tentang lokasi hotspot dan titik api,” ujarnya.
Menurut data dari sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan kementerian, SiPongi, pada tahun 2024, total luas lahan yang terbakar mencapai 105.539 hektar. Sementara itu, pada tahun 2023, luas lahan terbakar tercatat sebesar 1,16 juta hektar.
Berita terkait: BMKG mengeluarkan peringatan kebakaran hutan di 12 kecamatan di Nusa Tenggara Timur
Berita terkait: Kebakaran hutan di lereng Gunung Merbabu berhasil dipadamkan
Penerjemah: Prisca Triferna, Raka Adji
Editor: Rahmad Nasution
Hak cipta © ANTARA 2024