Merasa Senang dengan Sedikit, Akan Mendapatkan Banyak

Kelompok minoritas dalam diri manusia adalah orang-orang yang pandai bersyukur atau dalam istilah Al-Quran asy-syakirun. Mereka ini orang-orang yang telah mendarah daging dalam dirinya hakikat syukur dalam ketiga sisinya: hati, lidah, dan perbuatan). “Jika kita tak mampu seperti yang minoritas itu, kita tetap harus berusaha sekuat kemampuan untuk menjadi orang yang melakukan syukur. Dalam Istilah istilah Al-Quran yasykurun– betapapun kecilnya syukur itu,” tulis Prof Dr M Quraish Shihab dalam bukunya berjudul “Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat” (Mizan, 2007). Karena, kata Quraish, seperti bunyi sebuah kaidah keagamaan: Sesuatu yang tidak dapat diraih seluruhnya, jangan ditinggalkan sama sekali,” Kata “syukur” adalah kata yang berasal dari bahasa Arab. Kata ini dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai: (1) rasa terima kasih kepada Allah, dan (2) untunglah (menyatakan lega, senang, dan sebagainya). Menurut Quraish, pengertian kebahasaan ini tidak sepenuhnya sama dengan pengertiannya menurut asal kata itu (etimologi) maupun menurut penggunaan Al-Quran atau istilah keagamaan. Dalam Al-Quran kata “syukur” dengan berbagai bentuknya ditemukan sebanyak 64 kali. Ahmad Ibnu Faris dalam bukunya Maqayis Al-Lughah menyebutkan empat arti dasar dari kata tersebut yaitu: 1. Pujian karena adanya kebaikan yang diperoleh. Hakikatnya adalah merasa rida atau puas dengan sedikit sekalipun, karena itu bahasa menggunakan kata ini (syukur) untuk kuda yang gemuk namun hanya membutuhkan sedikit rumput. Peribahasa juga memperkenalkan ungkapan Asykar min barwaqah (Lebih bersyukur dari tumbuhan barwaqah). Barwaqah adalah sejenis tumbuhan yang tumbuh subur, walau dengan awan mendung tanpa hujan. 2. Kepenuhan dan kelebatan. Pohon yang tumbuh subur dilukiskan dengan kalimat syakarat asy-syajarat. 3. Sesuatu yang tumbuh di tangkai pohon (parasit). 4. Pernikahan, atau alat kelamin. Quraish Shihab menjelaskan kedua makna terakhir ini dapat dikembalikan dasar pengertiannya kepada kedua makna terdahulu. Makna ketiga sejalan dengan makna pertama yang menggambarkan kepuasan dengan yang sedikit sekalipun, sedang makna keempat dengan makna kedua, karena dengan pernikahan (alat kelamin) dapat melahirkan banyak anak. Makna-makna dasar tersebut dapat juga diartikan sebagai penyebab dan dampaknya, sehingga kata “syukur” mengisyaratkan “Siapa yang merasa puas dengan yang sedikit, maka ia akan memperoleh banyak, lebat, dan subur.” Ar-Raghib Al-Isfahani salah seorang yang dikenal sebagai pakar bahasa Al-Quran menulis dalam Al-Mufradat fi Gharib Al-Quran, bahwa kata “syukur” mengandung arti “gambaran dalam benak tentang nikmat dan menampakkannya ke permukaan.” Kata ini–tulis Ar-Raghib– menurut sementara ulama berasal dari kata “syakara” yang berarti “membuka”, sehingga ia merupakan lawan dari kata “kafara” (kufur) yang berarti menutup –(salah satu artinya adalah) melupakan nikmat dan menutup-nutupinya. Makna yang dikemukakan pakar di atas dapat diperkuat dengan beberapa ayat Al-Quran yang memperhadapkan kata syukur dengan kata kufur , antara lain dalam QS lbrahim (14) : 7: “Jika kamu bersyukur pasti akan Kutambah (nikmat-Ku) untukmu, dan bila kamu kufur, maka sesungguhnya siksa-Ku amat pedih.” Demikian juga dengan redaksi pengakuan Nabi Sulaiman yang diabadikan Al-Quran: “Ini adalah sebagian anugerah Tuhan-Ku, untuk mengujiku apakah aku bersyukur atau kufur” ( QS An-Naml [27] : 40). (mhy)

MEMBACA  4 Manfaat Kunyit, Aman untuk Penderita Penyakit Ini