Peristiwa Kudatuli: Perlawanan Rakyat Melawan Pemerintahan Otoriter Era Orba

Sabtu, 20 Juli 2024 – 18:06 WIB

Momen diskusi bertema Persepektif Politik Kudatuli: Perlawanan Terhadap Rezim Otoriter di kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta Pusat, Sabtu (20/7). Dokumentasi DPP PDI Perjuangan

jpnn.com – Aktivis Gerakan Reformasi Partai Rakyat Demokratik (PRD) Wilson Obrigados menyebut penting bagi semua untuk mengetahui peristiwa berdarah 27 Juli 1996 di kantor Partai Demokrasi Indonesia (PDI), Jalan Diponegoro Nomor 58, Menteng, Jakarta Pusat atau Kudatuli.

Wilson berbicara hal demikian saat menjadi narasumber dalam diskusi bertema Persepektif Politik Kudatuli: Perlawanan Terhadap Rezim Otoriter di kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta Pusat, Sabtu (20/7).

Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dan beberapa pengurus DPP PDIP seperti Ribka Tjiptaning, Sri Rahayu, Yuke Yurike, Bonnie Triyana juga hadir dalam diskusi tersebut.

Menurut Wilson, peristiwa Kudatuli bisa menjadi pendidikan politik tentang perlawanan massa mengambang dari bawah untuk menuntut keadilan dan demokrasi.

\”Massa PDI yang disebut arus bawah, juga berjuang tidak hanya menuntut keadilan untuk partainya, kalau dilihat, ya, di beberapa daerah mereka menuntut perjuangan demokrasi yang lebih luas,\” ujar dia dalam diskusi, Sabtu.

Wilson mengatakan peristiwa Kudatuli pada akhirnya membuat massa arus bawah meminta dicabutnya Dwifungsi ABRI dan kesejahteraan buruh.

\”Cabut dwifungsi ABRI, minta kesejahteraan upah untuk buruh, hal-hal yang tadinya di luar frame mungkin satu perkembangan dialektis yang luar biasa dari arus bawah PDI saat itu,\” lanjut alumnus Universitas Indonesia itu.

Wilson mengungkapkan Kudatuli sebenarnya peristiwa puncak bagaimana pemerintahan Orde Baru (Orba) era Soeharto merasa resah dan mencoba menggulingkan kepemimpinan Megawati Soekarnoputri di PDI.

Aktivis Gerakan Reformasi PRD Wilson Obrigados menganggap peristiwa Kudatuli bisa menjadi pendidikan politik tentang perlawanan massa mengambang dari bawah

MEMBACA  Perang Besar Era Berita Palsu Oleh Reuters

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

\”