TNI Indonesia membutuhkan cabang keempat: pasukan militer cyber

Semarang (ANTARA) – Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (TNI) terdiri dari tiga cabang: Tentara Nasional Indonesia (TNI AD), Angkatan Laut Republik Indonesia (TNI AL), dan Angkatan Udara Republik Indonesia (TNI AU). Belakangan ini, ada pembahasan yang semakin meningkat mengenai kebutuhan akan cabang keempat: kekuatan militer cyber yang didedikasikan.

Andi Widjajanto, mantan gubernur Institut Pertahanan Keamanan (Lemhanas), menganggap penting bagi pemerintah untuk segera bertindak atas ide ini.

Pembentukan kekuatan militer cyber menjadi tidak terhindarkan, mengingat entitas negara maupun non-negara kini dapat melancarkan serangan terhadap negara melalui dunia maya, yang tidak melibatkan penempatan peralatan perang konvensional, katanya.

Pratama Persada, seorang pakar keamanan cyber dari Sekolah Intelijen Negara (STIN), menekankan bahaya potensial dari perang cyber. Dia memperingatkan bahwa serangan yang diluncurkan di dunia maya dapat melumpuhkan ekonomi negara yang ditargetkan, terutama jika sektor perbankan dan keuangan mereka yang ditargetkan.

Perang tidak konvensional seperti itu dapat mengganggu infrastruktur dan fasilitas penting terkait dengan energi, telekomunikasi, transportasi, dan bahkan administrasi negara. Mengabaikan kemungkinan serangan cyber sebelum serangan konvensional akan menjadi tidak bijaksana. Sebuah negara yang tidak siap dapat menjadi sangat rentan.

Indonesia tidak tanpa daya dalam hal keamanan cyber. Badan Intelijen Negara (BIN), Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), dan Kementerian Komunikasi dan Informatika semuanya memainkan peran.

Namun, tidak ada satu pun dari lembaga-lembaga ini yang memiliki tanggung jawab tunggal dalam memperkuat pertahanan Indonesia dan menolak serangan cyber. Oleh karena itu, mendirikan kekuatan cyber di dalam TNI dapat memberikan negara dengan sebuah lembaga yang sepenuhnya fokus pada ancaman cyber.

Sementara TNI sudah memiliki unit cyber, kegiatan dan operasinya bersifat internal, mendukung tugas pokok militer.

MEMBACA  Batas Waktu Masih 2 Juli 2024, Persyaratan Beasiswa Pertukaran ke AS untuk Mahasiswa dan Umum 2025

Kebutuhan akan kekuatan militer cyber menjadi semakin mendesak setelah serangan cyber baru-baru ini oleh peretas asing mengganggu sistem Badan Intelijen Strategis TNI (BAIS).

Kepala Pusat Informasi TNI, Mayjen Nugraha Gumilar, mengonfirmasi bahwa data yang terkompromi sudah tersedia secara publik sebelumnya tahun ini.

Pada 24 Juni, seorang peretas mengunggah tangkapan layar dari BreachForums di X, mengumumkan bahwa mereka telah meretas sistem dan data BAIS. Tangkapan layar tersebut menunjukkan contoh data yang diduga dan penawaran untuk set lengkap dengan harga.

Peretas yang sama mengklaim telah meretas jaringan Sistem Identifikasi Sidik Jari Otomatis Polri (INAFIS) dua hari sebelumnya. Pelaku mengklaim telah memperoleh data sensitif seperti gambar sidik jari, surel, dan konfigurasi aplikasi, menuntut $1.000 untuk itu.

Kepala BSSN Hinsa Siburian meremehkan ancaman tersebut, menyatakan bahwa data yang terkompromi sudah usang dan retakan INAFIS tidak mengganggu operasi.

Dia juga menjelaskan bahwa insiden ini tidak terkait dengan serangan ransomware terpisah pada Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 di Surabaya, Jawa Timur, pada 20 Juni.

Pemerintah mengumumkan pada 24 Juni bahwa 211 lembaga pemerintah terkena serangan PDNS, dengan jumlah tersebut meningkat menjadi 282 pada hari berikutnya.

Selama pertemuan parlemen pada 27 Juni, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi memastikan bahwa serangan cyber dilakukan oleh pelaku non-negara dan tidak menyebabkan kebocoran data.

Persadha dari STIN meyakini bahwa TNI harus mereformasi sistem rekrutmennya untuk mengidentifikasi dan melatih prajurit berbakat cyber terbaik. Dia mengatakan bahwa TNI membutuhkan personil yang dapat menganalisis ancaman cyber dan memperkuat sistem internalnya.

Sebelum mendirikan kekuatan keempat, TNI perlu memastikan cabang-cabang yang ada memiliki personil yang mampu memantau dan melakukan operasi intelijen cyber.

MEMBACA  Nikki Haley Dikritik setelah Menulis 'Hancurkan Mereka' pada Serangan Israel di Gaza

Baik infrastruktur maupun personil yang terampil sangat penting untuk membela Indonesia dari ancaman terkini. Tanpa keduanya, semua upaya akan sia-sia.

Hak Cipta © ANTARA 2024