Ancaman Panglima Perang Romawi Muqauqis terhadap Amr bin Ash

loading…

Panglima perang Romawi Muqauqis berkirim surat ancaman kepada Amr bin Ash sebagai salah satu taktiknya. Ilustrasi: Ist

Kisah panglima tertinggi militer Romawi Muqauqis mengancam Amr bin Ash diceritakan Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul “Al-Faruq Umar” dan diterjemahkan Ali Audah menjadi “Umar bin Khattab, Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu” (PT Pustaka Litera AntarNusa, 2000).

Dikisahkan, pada saat pasukan muslim di bawah komando Amr bin Ash mengepung benteng Babilon, Komandan tertinggi militer Romawi, Muqauqis, ada di dalam benteng itu. Sedangkan pimpinan pasukan di benteng itu adalah seorang komandan Romawi yang oleh sejarawan-sejarawan Arab disebut “al-A’iraj,” dan menurut dugaan Butler penamaan ini merupakan pelencengan dari nama “George.”

Semua pimpinan pasukan dalam benteng itu orang-orang Romawi, hanya sebagian kecil orang Kopti; mungkin hanya untuk menjadi pelayan-pelayan mereka.

Pihak Romawi dalam benteng itu menembaki pasukan Arab dengan manjaniq, yang dibalas oleh pihak Arab dengan lemparan batu dan panah.

Pengepungan itu berlangsung selama satu bulan dengan semangat yang tidak berkurang serta tetap tabah dan sabar. Muqauqis dan kawan-kawannya melihat bahwa luapan air Sungai Nil sudah mulai turun karena sudah mulai memasuki bulan Oktober tahun 640 M.

Mereka mengadakan rapat diam-diam untuk merundingkan persoalan itu, dan Muqauqis juga memberikan pendapatnya, bahwa menurut hematnya, selama beberapa bulan ini bala bantuan itu tak akan kunjung datang untuk melepaskan mereka dari pengepungan.

Dalam pada itu pihak Arab akan makin memperketat dan hanya akan membuat mereka makin menderita. Betapa tak akan terjadi demikian, sebelum itu pasukan mereka di Farama, di Balbis, di Umm Dunain, Fayyum dan di Ain Syams sudah habis dihancurkan.

MEMBACA  Anak Pinkan Mambo Terkejut Ketika Dijumpai oleh Arya Khan, Waduh

Kini mereka mengepungnya pula dalam keadaan mereka tidak mampu untuk dapat mengatasinya. Bukankah tidak lebih baik mereka menebus diri mereka dengan harta supaya orang-orang Arab itu pergi dan Mesir kembali ke tangan Raja Romawi?!

Setelah Muqauqis mengemukakan argumen­-argumennya dengan retorika yang begitu menarik semua mereka yang hadir ketika itu setuju. Tetapi mereka berpendapat lebih baik jika diadakan perundingan secara rahasia dengan pihak Arab tanpa harus diketahui oleh mereka yang mempertahankan benteng itu, dan supaya Muqauqis sendiri yang melakukan hal itu.

Setelah malam gelap Muqauqis dan kawan-kawannya keluar diam-diam dari benteng. Dengan naik kapal mereka pergi ke Jazirat ar-Raudah dan begitu sampai ia menulis surat kepada Amr bin Ash yang dibawa oleh seorang uskup benteng Babilon dan rombongannya, yang isinya:

“Kalian telah menjelajahi negeri kami dan berkeras hendak memerangi kami. Kalian sudah lama tinggal di tanah kami. Tetapi sebenarnya kalian sebuah kelompok kecil. Romawi sudah membayangi kalian dan mempunyai perlengkapan dan persenjataan yang cukup untuk menghadapi kalian. Dengan Sungai Nil yang mengepung kalian, sebenarnya dengan itu kalian sudah berada dalam tawanan kami. Maka sekarang utuslah orang-orang kalian kepada kami, karena ingin kami mendengar apa yang akan mereka katakan, dengan harapan kalau-kalau ada hal-hal yang dapat kalian terima dan kami terima dengan menyenangkan, serta menghentikan pertempuran sebelum kalian diserbu oleh pasukan Romawi.

Tak perlu kita banyak bicara dan tak akan kami pertimbangkan. Mungkin kalian akan menyesal jika keadaan ini bertentangan dengan tuntutan dan harapan kalian. Utuslah orang-orang dari staf kalian kepada kami. Kami akan menyampaikan kepada mereka apa yang seperlunya dapat kami terima dan dapat mereka terima.”

MEMBACA  Uskup Katolik dan Protestan Jerman menekankan iman di tengah-tengah perang

Tentu Muqauqis menunggu para utusannya itu akan kembali hari itu juga dengan membawa balasan dari Amr bin Ash. Balasan itu akan memperjelas perundingan itu diterima atau ditolak. Kalau ditolak, mereka akan kembali ke posisi masing-masing dan pertempuran pun akan kembali seperti sediakala.

Kalau diterima, masing-masing pihak akan memilih juru rundingnya untuk mencapai perdamaian, jika mungkin. Tetapi para utusan Muqauqis itu tertahan selama dua hari penuh.

Dengan diliputi rasa khawatir akan hal itu ia berkata kepada stafnya: “Mungkin mereka menahan utusan-utusan kami atau membunuh mereka dan yang demikian ini dibolehkan dalam agama mereka!”

Akan tetapi, sebenarnya Amr menahan mereka untuk memperlihatkan keadaan Muslimin. Sesudah dua hari itu mereka kembali dengan membawa surat Amr kepada Muqauqis di tangan pemimpin mereka dengan menyebutkan:

“Hanya ada tiga masalah yang perlu diselesaikan antara kami dengan kalian: Kalian menerima Islam dan kalian akan menjadi saudara-­saudara kami; hak dan kewajiban kita sama. Atau kalian tolak dengan membayar jizyah dengan bersedia tunduk dan kalian di bawah kekuasaan kami. Atau kami akan menghadapi kalian dengan sabar dan terus bertempur sampai nanti Allah yang akan menentukan, dan Dialah Hakim Pemberi keputusan yang terbaik.”

Muqauqis terkejut sekali setelah mendengar itu. Ini bukan jawaban orang yang mau berunding. Malah ini adalah jawaban pihak yang menang yang hendak menentukan kekuasaannya. Tetapi betapa sombong mereka itu atau betapa besar kepercayaan kepada diri sendiri.

Tak ada jalan untuk membujuk mereka dengan harta atau dengan cara lain. Ia menanyakan kepada para utusannya itu apa yang mereka saksikan.

Kepala utusan itu menjawab: “Kami lihat mereka orang-orang yang lebih mencintai mati daripada hidup; mereka lebih suka bersikap rendah hati daripada menyombongkan diri. Tak ada di antara mereka yang tampak mau memburu harta dunia. Duduk mereka hanya di tanah, makan di atas kendaraan, pemimpin mereka sama seperti yang lain. Mereka tidak mengenal atasan dan bawahan, tak ada tuan tak ada hamba. Bila waktu salat sudah tiba tak seorang pun ada yang ketinggalan. Mereka membasuh badan mereka dengan air dan begitu khusyuk mereka melaksanakan salat.”

MEMBACA  Pembukaan Besar Pertemuan Kesehatan Pimpinan Global JRIS Production & Podcast Lima-P

Mendengar uraian itu Muqauqis hanya menundukkan kepala. Setelah itu kepalanya diangkat dan berkata kepada stafnya: “Kalau mereka menghadapi gunung pun pasti dapat mereka singkirkan. Tidak akan ada orang yang mampu menghadapi mereka dalam perang. Kalau kita tidak mengambil kesempatan berdamai dengan mereka sekarang sementara mereka sedang terkepung dengan Sungai Nil ini, mereka tidak lagi akan menjawab kita selama bumi ini memungkinkan buat mereka menyiapkan diri keluar dari tempat mereka itu.”