Menerapkan Etika dan Etiket untuk Mencegah Kejahatan Seksual di Ruang Digital

Penerapan etika dan etiket dunia digital akan menyelamatkan pengguna dari beragam kejahatan dunia maya (cyber crime), di antaranya kejahatan seksual. Sistem nilai atau norma moral yang menjadi pegangan seseorang serta tata cara individu berinteraksi dengan kelompok orang dalam mengatur tingkah lakunya di dunia maya diyakini dapat menghindari kejahatan seksual di ruang digital.

“Ada perbedaan etika dengan etiket. Etika berlaku meskipun individu sendirian. Sedangkan etiket baru berlaku ketika individu berinteraksi dengan orang lain,” tutur Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pelalawan, Riau, Samsidar dalam webinar literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) RI bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Riau, di Kabupaten Pelalawan, Rabu (24/4/2024).

Mengusung tema “Waspada Kejahatan Seksual di Ruang Digital”, Samsidar menyebutkan, agar terhindar dari kejahatan seksual, konvensi norma dan tata krama dalam menggunakan internet (netiket) wajib diterapkan dalam proses komunikasi di media sosial.

“Pengguna internet berasal dari berbagai macam negara, sehingga memiliki perbedaan bahasa dan budaya. Padahal berbagai fasilitas internet memungkinkan seseorang untuk bertindak etis atau tidak etis,” ujar Samsidar dalam keterangan resminya, Rabu (24/4/2024).

Samsidar menambahkan, etika berkomunikasi dalam dunia digital, salah satunya ialah tidak menggunakan kata-kata jorok dan vulgar. “Hindari yang tidak sesuai dengan netiket, menyebarkan berita palsu (hoaks), ujaran kebencian, pornografi, pencemaran nama baik, perundungan maupun penyebaran konten negatif lainnya,” pintanya di depan para pendidik dan siswa sekolah menengah yang mengikuti diskusi online tersebut dengan menggelar nobar.

Ratusan siswa, guru, dan staf pendidikan di sejumlah sekolah menengah di Kabupaten Pelalawan antusias mengikuti kegiatan ini. Suasana seperti itu antara lain terlihat di SMAS Plus Taruna Andalan, SMPN 1, SMPN 2, dan SMPN 5 Pangkalan Kerinci, SMPN 1 dan SMPN 2 UKUI, SMPN 2 Langgam, SMPN 3 dan SMPN 5 Pangkalan Kuras, SMP Evergreen, SMAN Barnas Binsus, dan SMPN Barnas.

MEMBACA  Ethiopia Terkesan dengan Keberhasilan Program Moderasi Agama di Indonesia

Pembicara lain, Dosen Primakara University Denpasar, Putu Trisna Hady Permana menyatakan, kejahatan seksual di ruang digital merupakan tindakan kejahatan yang terjadi melalui penggunaan teknologi digital dan internet dengan tujuan mengeksploitasi seksual korban.

“Ini melibatkan berbagai bentuk perilaku yang merugikan, seperti pelecehan, pemerasan, perundungan, atau eksploitasi seksual. Misalnya, grooming, sextortion, pornografi balas jasa, penipuan romantis atau scam cinta, eksploitasi anak dalam chat room,” ujar Putu.

Sementara musisi Rio Alief Radhanta menyebut dunia digital selalu marak dengan kejahatan seksual. Hasil survei Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA) 2021 tehadap 4.236 orang responden terungkap bahwa sebanyak 3.037 responden atau 71,7 persen pernah mengalami pelecehan seksual.