Debat Neo-Nelayan – Konsekuensi terhadap Kebijakan

Debat Neo-Nelayan – Konsekuensi terhadap Kebijakan

Perdebatan Neo-Fisherian adalah diskusi signifikan yang sedang berlangsung di kalangan ekonom dan pembuat kebijakan mengenai hubungan antara suku bunga dan inflasi. Teori ekonomi tradisional menyatakan bahwa menurunkan suku bunga merangsang pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan inflasi. Namun, pandangan Neo-Fisherian menentang hubungan ini, dengan menyatakan bahwa suku bunga rendah sebenarnya dapat menyebabkan tekanan deflasi.

Asal usul perdebatan ini dapat ditelusuri kembali ke karya ekonom Swedia Knut Wicksell pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Wicksell berpendapat bahwa ada tingkat bunga alami, yang jika diselaraskan dengan tingkat pengembalian modal riil, akan menghasilkan stabilitas harga. Dengan kata lain perekonomian tidak akan mengalami inflasi dan deflasi. Konsep ini menjadi dasar perspektif Neo-Fisherian.

Para pendukung pandangan Neo-Fisherian berpendapat bahwa penurunan suku bunga nominal, seperti yang dilakukan oleh bank sentral untuk merangsang kegiatan ekonomi, sebenarnya dapat menurunkan tingkat inflasi. Alasan mereka didasarkan pada gagasan bahwa suku bunga yang lebih rendah akan mengurangi biaya pinjaman, sehingga mendorong investasi dan konsumsi. Lonjakan aktivitas ekonomi ini, menurut Neo-Nelayan, menurunkan harga karena dunia usaha meningkatkan pasokan untuk memenuhi permintaan yang meningkat. Akibatnya, inflasi turun akibat meningkatnya persaingan dan produktivitas.

Implikasi pandangan Neo-Fisherian terhadap kebijakan moneter sangatlah signifikan. Bank sentral di seluruh dunia telah lama menerapkan kebijakan moneter yang akomodatif, menurunkan suku bunga untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Namun, jika perspektif Neo-Fisherian benar, pendekatan ini mungkin kontraproduktif. Menurunkan suku bunga untuk merangsang inflasi secara paradoks dapat menyebabkan tekanan deflasi, sebagaimana dikemukakan oleh aliran pemikiran ini.

Konsekuensinya bagi para pengambil kebijakan ada dua. Pertama, bank sentral perlu mengevaluasi kembali instrumen konvensional mereka untuk merangsang pertumbuhan ekonomi. Jika hubungan antara suku bunga dan inflasi memang berbanding terbalik, maka menaikkan suku bunga mungkin merupakan cara yang lebih efektif untuk mencapai stabilitas harga. Hal ini memerlukan perubahan mendasar dalam cara bank sentral beroperasi dan dapat mempunyai implikasi besar terhadap pelaksanaan kebijakan moneter.

MEMBACA  Diskusi Kebijakan Kewarganegaraan di Bali oleh Ditjen AHU, Sentil Anak Hasil Perkawinan Campur

Kedua, perdebatan Neo-Fisherian menantang gagasan yang diterima secara luas bahwa inflasi yang rendah selalu diinginkan. Meskipun inflasi yang rendah umumnya dikaitkan dengan kondisi perekonomian yang stabil, inflasi atau deflasi yang rendah secara terus-menerus dapat berdampak buruk pada perekonomian. Jatuhnya harga dapat menghambat konsumsi karena individu menunda pembelian dengan harapan akan terjadi penurunan harga lebih lanjut. Hal ini, pada gilirannya, dapat menyebabkan berkurangnya investasi bisnis dan stagnasi ekonomi.

Kesimpulannya, perdebatan Neo-Fisherian mempunyai konsekuensi yang signifikan bagi para pembuat kebijakan. Hal ini menantang pemahaman tradisional tentang hubungan antara suku bunga dan inflasi, yang menyatakan bahwa suku bunga rendah dapat menyebabkan tekanan deflasi. Jika pandangan ini benar, bank sentral perlu menilai kembali perangkat kebijakan moneter mereka, sehingga berpotensi memilih suku bunga yang lebih tinggi untuk mencapai stabilitas harga. Selain itu, para pengambil kebijakan juga harus mempertimbangkan potensi risiko yang terkait dengan rendahnya inflasi atau deflasi. Memahami dan mengatasi implikasi ini sangat penting untuk menjaga perekonomian yang stabil dan sejahtera.