Memulihkan Kejayaan Kepulauan Nusa Tenggara

Mataram (ANTARA) – 25 November 2025 menjadi momen bersejarah bagi pembentukan kerja sama kawasan antara tiga wilayah di Kepulauan Sunda Kecil: Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Angin sepoi-sepoi barat laut yang berhembus di sepanjang pesisir Sirkuit Mandalika membawa harapan baru bagi kesuksesan yang lebih besar setelah 67 tahun berjalan sendiri.

Nota kesepahaman yang ditandatangani oleh gubernur dari tiga provinsi ini berupaya menghidupkan kembali semangat kebersamaan untuk membangun pondasi kawasan yang kuat, solid, dan berkelanjutan.

Ke depannya, dominasi market maker yang sangat lekat dengan Bali kemungkinan akan berkurang. Di saat bersamaan, NTB dan NTT tidak hanya akan mendapat manfaat dari nilai tambah atau spillover yang dihasilkan berbagai kegiatan ekonomi yang meluas di Bali.

Kerja Sama Regional Bali, NTB, dan NTT (KR-BNN) adalah sebuah inisiatif strategis untuk menghilangkan kabut tebal hubungan kekuasaan yang berkembang selama puluhan tahun di Kepulauan Sunda Kecil.

Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal, menyatakan bahwa Bali, NTB, dan NTT memiliki banyak keterkaitan dan kesamaan, baik secara historis, sosiologis, demografis, ekologis, bahkan geologis.

Kesamaan-kesamaan itu mendasari kerja sama kawasan agar wilayah kepulauan kecil ini bisa maju dan berkembang bersama.

Perjanjian kolaborasi lintas wilayah ini fokus pada lima sektor utama: pariwisata, transportasi atau konektivitas, energi terbarukan, perdagangan regional, dan ekspor komoditas.

NTB dan NTT bukan lagi pelaku pelengkap bagi Bali, melainkan aktor kunci dalam kerja sama regional antara tiga wilayah Sunda Kecil tersebut.

Pameran Ekonomi Regional

Bagi masyarakat internasional di abad ke-18, Kepulauan Sunda Kecil adalah kawasan ekonomi strategis dan pusat perdagangan penting, terutama pada masa kolonial Belanda.

MEMBACA  Penggunaan 6 Kapal oleh KPU Pangkep untuk Pengiriman Logistik Pemilihan ke Kepulauan

Pintu gerbang utama ke Sunda Kecil adalah Pelabuhan Buleleng di Kota Singaraja, Bali. Pemerintah kolonial membangun berbagai fasilitas, dari dermaga, gudang, terminal, hingga kantor bea cukai, di kawasan pelabuhan yang pembangunannya dimulai sekitar tahun 1846.

Kota Singaraja pernah menjadi ibu kota Kepulauan Sunda Kecil pada masa kemerdekaan.

Undang-Undang No. 64 Tahun 1958 tentang pembentukan daerah provinsi baru membuat Kepulauan Sunda Kecil berhenti sebagai satu kesatuan, terpecah menjadi Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Sejak itu, Bali yang telah dikenal dunia berabad-abad melalui Pelabuhan Buleleng — yang melayani perdagangan maritim transcontinental — mengakibatkan pembangunan ketiga wilayah tidak merata setelah pemekaran.

Kepopuleran Bali mendorong kunjungan yang meningkat dari turis, pedagang, dan investor. Sementara NTB dan NTT, yang memiliki keterikatan sejarah, ekologi, dan geografis serupa dengan Bali, sering hanya dipandang sebagai buffer zone.

Gubernur Bali, I Wayan Koster, menyatakan kerja sama kawasan bertujuan melanjutkan ikatan sejarah yang melahirkan Sunda Kecil dan menciptakan skema ekonomi yang menguntungkan bagi Bali, NTB, dan NTT.

Kerja sama regional (KR-BNN) ini menjadi solusi untuk memperlebar gerbang ekonomi kawasan, memungkinkan distribusi barang lebih cepat, perjalanan cross-destination wisatawan lebih mudah, dan tenaga kerja yang lebih beragam serta kompetitif antar wilayah.

Implementasi resmi kolaborasi akan dimulai tahun 2026, menjadikan Kepulauan Sunda Kecil sebagai superhub pariwisata nasional, pusat ekonomi biru berbasis sumber daya maritim, dan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang signifikan.

Di atas kertas, kolaborasi tiga provinsi ini menjanjikan integrasi ekonomi regional. Alhasil, Bali tidak akan lagi maju sendirian, tapi merangkul NTB dan NTT untuk maju bersama melalui kerja sama pembangunan sosial-ekonomi yang inklusif.

MEMBACA  Hindari Bertamu, Acara Pers Dibatalkan!

Menghadapi Tantangan Iklim

Karakteristik geografis Bali dan Nusa Tenggara yang terdiri dari pulau-pulau kecil dan kawasan pesisir membuatnya sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim, termasuk kenaikan muka air laut, cuaca ekstrem, dan risiko banjir rob.

Kerja sama kawasan menyediakan wadah bagi pemerintah daerah untuk berkolaborasi menghadapi tantangan iklim melalui pengelolaan pariwisata berkelanjutan, energi hijau, dan pembangunan infrastruktur tahan iklim.

Lokasi Kepulauan Sunda Kecil di belahan bumi selatan membuat Bali, NTB, dan NTT rentan karena terletak di salah satu pusat pertumbuhan siklon tropis paling subur di dunia.

Perubahan iklim yang memanaskan suhu laut berpotensi membuat siklon tropis lebih sering dan kuat. Hal ini menjadi ancaman besar bagi Bali dan Nusa Tenggara ke depannya.

Pada April 2021, Siklon Tropis Seroja dengan kecepatan angin maksimal 140 kilometer per jam menyebabkan banjir di beberapa wilayah NTT. Badai tropis itu menewaskan 272 orang dan 102 dinyatakan hilang.

Kerja sama regional (KR-BNN) ini tidak hanya harus berupaya memajukan aspek ekonomi dan mengembangkan sumber daya manusia, tetapi juga membangun sistem peringatan dini dan manajemen risiko bersama untuk siap menghadapi bencana alam di masa depan.

Gubernur NTT, Melkiades Laka Lena, meyakini kerja sama kawasan dapat memperkuat sektor unggulan agar saling melengkapi, sehingga mengoptimalkan potensi ekonomi sekaligus mengatasi tantangan iklim di pulau-pulau selatan Indonesia.

Listrik yang bersumber dari radiasi matahari, gelombang laut, dan arus air yang mengalir dari bendungan menjadi kunci untuk mengatasi dampak perubahan iklim di masa depan.

Listrik Bali yang selama ini disuplai dari Jawa — didominasi bahan bakar fosil — sedang dialihkan ke energi terbarukan yang disuplai oleh NTB dan NTT melalui koneksi jaringan listrik bawah laut.

MEMBACA  Badai Tropis Melissa Mengancam Karibia, Kepulauan Siaga | Berita Krisis Iklim

NTB memiliki total potensi energi terbarukan 13.563 megawatt (MW), terdiri dari 298 MW dari bioenergi, 32 MW dari limbah kota, 2.605 MW dari angin, dan 10.628 MW dari tenaga surya.

Sementara itu, NTT menyimpan potensi energi bersih yang melimpah sebesar 388.310 MW, dimana 90 persennya bersumber dari tenaga surya.

Potensi energi terbarukan NTB dan NTT ini sangat besar dibandingkan kebutuhan listrik Sunda Kecil saat ini yang hanya sekitar 1.200 MW.

Kolaborasi regional yang sedang dilakukan Bali, NTB, dan NTT saat ini — yang meliputi lima sektor: energi terbarukan, pariwisata, konektivitas, perdagangan, dan ekspor — sangat terkait dengan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, memastikan pembangunan di kawasan ini ke depannya menjadi lebih tangguh dan berkelanjutan.

Berita terkait: Menjaga optimisme Indonesia untuk melestarikan 30 persen kawasan laut

Berita terkait: Memberdayakan NTB tanpa ketergantungan, mendefinisikan ulang kebijakan energi Indonesia

Berita terkait: BKKPN pantau ekosistem laut di tengah proyek abrasi Gili Meno

Penerjemah: Sugiharto Purnama, Cindy Frishanti Octavia
Editor: Azis Kurmala
Hak Cipta © ANTARA 2025

Tinggalkan komentar