Bagi para penggemar animasi Barat yang berfokus pada aksi, tahun 2005 merupakan tahun yang sangat penting. Awal tahun yang gemilang dihadirkan oleh Avatar: The Last Airbender, yang berhasil menarik penonton baru ke dunia anime dan narasi serial yang terasa matang bagi demografinya. Di penghujung tahun yang sama, hadirlah Ben 10, serial yang tak kalah pentingnya dengan Avatar namun dengan caranya sendiri.
Sebagai proyek perdana studio animasi Man of Action yang tayang perdana pada 27 Desember 2005, serial Cartoon Network ini mengisahkan Ben Tennyson, seorang anak 10 tahun yang menemukan jam tangan alien bernama Omnitrix. Jam tangan ini memungkinkannya berubah menjadi satu dari sepuluh alien yang berbeda selama sepuluh menit. Dalam perjalanan liburan musim panas mereka melintasi Amerika bersama sepupunya, Gwen, dan kakeknya, Max, Ben menggunakan kemampuan barunya untuk melawan berbagai penjahat, mulai dari badut monster, perkumpulan rahasia, hingga alien lain yang mengincar Omnitrix.
Secara konsep, ide ini terdengar sederhana untuk tayangan anak-anak, namun eksekusinya nyaris sempurna. Tim inti Man of Action terdiri dari penulis dan artis komik Amerika seperti Joe Casey dan Duncan Rouleau, dengan pengalaman di Marvel, DC, dan Image Comics. Latar belakang ini terasa jelas dalam pengaruh yang menyelubungi serial tersebut, mulai dari gaya visual “Kirby Krackle” hingga karakter seperti Kevin Levin yang merupakan perpaduan Super-Skrull dan Metamorpho. Yang membuatnya begitu berkesan adalah kesan riang dan tulus yang mengalir di setiap episodenya, baik melalui lagu tema yang masih catchy maupun transformasi Ben yang ikonik. Siapa yang tak ingin berubah menjadi makhluk keren bernama XLR8 atau Four Arms?
Maka tak mengherankan jika Ben 10 menjadi franchise besar bagi Cartoon Network, dengan empat musim, tiga film (satu di antaranya live-action), dan game. Serial ini pun berkembang menjadi waralaba yang mencakup lebih banyak film, game, mainan, serta tiga serial lanjutan: Alien Force, Ultimate Alien—yang genap berusia 15 tahun tahun ini—dan Omniverse. Bagi Cartoon Network, inilah jawaban mereka atas Avatar: sebuah karya untuk anak-anak yang mampu “tumbuh” bersama penontonnya. Dengan Ben, Gwen, dan Kevin yang menjadi remaja, para penonton memiliki pahlawan versi mereka sendiri, bahkan sebelum pengisi suara Ben, Yuri Lowenthal, benar-benar menjadi pengisi suara Spider-Man.
Bahkan, ada keunggulan lain di sini: Ben adalah properti orisinal dan sekaligus materi sumbernya sendiri. Berbeda dengan petualangan animasi Spider-Man, Batman, atau pahlawan besar lain pada masa itu, penonton bisa menyaksikan serial Ben 10 manapun dan terus dikejutkan dari minggu ke minggu tanpa khawatir akan adanya retcon atau konflik dengan cerita di media lain. Terdapat kesinambungan yang cukup terjaga dari serial klasik hingga Omniverse, dengan segala tropenya yang mengolah berbagai alat bercerita dan tema komik pahlawan super secara komprehensif. (Pencapaian ini banyak di antaranya berkat kontribusi penulis komik Dwayne McDuffie, yang turut mengembangkan dan banyak berkarya di Alien Force dan Ultimate Alien hingga wafatnya pada 2011.)
Kesuksesan berkelanjutan Ben 10 turut membawa lebih banyak serial berorientasi aksi ke jadwal Cartoon Network, yang sebelumnya diisi oleh serial orisinal berumur pendek seperti Megas XLR atau Juniper Lee dan sesekali serial DC. Berkat Ben, kita mendapat Generator Rex dan Secret Saturdays. Yang pertama adalah serial animasi kedua Man of Action, dengan alam semesta terpisah dan didasarkan pada komik Image lama karya Casey, Rouleau, dan Aaron Sowd. Meski Rex dan Ben bertemu dalam special Heroes United, serial pertama tadi tak memiliki daya tahan yang setara dengan pendahulunya. Hal serupa bisa dikatakan untuk Secret Saturdays, yang dimulai pada tahun yang sama dengan Alien Force dan karakter-karakternya kemudian muncul di Omniverse.
© Cartoon Network
Baik Rex maupun Saturdays bukanlah karya yang buruk, dan mungkin masih layak ditonton hingga kini, namun atmosfer khas mereka tidak sepenuhnya menyamai pesona yang telah dihadirkan Ben selama setengah dekade. Mereka juga tidak datang pada momen yang tepat seperti Ben. Pada 2005, demam pahlawan super sedang melanda dunia, dan pada 2008, genre tersebut mulai mendominasi budaya populer. Anak-anak diperkenalkan dengan mulus pada fenomena ini melalui Ben 10; Alien Force tayang perdana beberapa hari setelah serial aslinya berakhir, beberapa minggu sebelum Iron Man pertama dan berbulan-bulan sebelum The Dark Knight.
Ini merupakan langkah yang sangat percaya diri (dan mungkin masih relevan) dari Cartoon Network, yang melahirkan waralaba multimedia yang menjadi bagian dari brand mereka dan memungkinkan Ben 10 bertahan begitu lama. Setelah reboot yang menimbulkan pro-kontra berakhir pada 2021 dengan catatan yang cukup baik—empat musim, satu film, dua game, dan spesial yang mempertemukannya dengan Generator Rex dan versi klasiknya—Man of Action sepenuhnya belum melepaskan kreasi original mereka. Studio tersebut dikabarkan sedang mempersiapkan seri komik baru dan kemungkinan akan terus berusaha mewujudkan film live-action baru setelah upaya pertama gagal. Belum lagi Rouleau yang menyebutkan kemungkinan sekuel untuk khalayak dewasa ala Samurai Jack atau Fionna and Cake.
Gagasan semacam ini mungkin terasa bertolak belakang dengan faktor kesuksesan serial aslinya, tetapi bukankah esensi Ben 10 selalu tentang mengambil risiko dan mencoba hal baru?
Ingin berita lebih banyak dari io9? Cek jadwal rilis terbaru dari Marvel, Star Wars, dan Star Trek, serta segala info tentang masa depan DC Universe di film dan TV serta Doctor Who.