Minggu, 21 Desember 2025 – 13:00 WIB
Warga Kampung Binuangen di Lebak, Banten, punya aspirasi untuk mendirikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Perikanan. Ide ini muncul karena melihat potensi ekonomi kelautan di sana yang cukup besar, terbukti dengan adanya Unit Pengolahan Ikan (UPI) milik warga yang sudah mengekspor hasil laut.
Anggota Komisi X DPR RI, Bonnie Triyana, menanggapi usulan itu dan langsung meninjau UPI yang baru beroperasi sejak September 2024. Melihat potensinya, Bonnie bilang sektor perikanan lokal memang butuh dukungan pendidikan vokasi. Dia mendukung aspirasi warga tapi mengingatkan bahwa syarat teknis harus dipenuhi dulu.
“Potensi perikanan di pesisir selatan Banten ini sangat besar, tapi belum didukung institusi pendidikan yang memada. Untuk banguan SMK Perikanan, ada syaratnya, salah satunya perlu lahan minimal 3 ribu meter persegi dengan kepemilikan yang jelas,” ujar Bonnie dalam acara Serap Aspirasi di Desa Muara.
Ditambahkannya, kebutuhan sarana penunjang juga kompleks. “Perlu ada perahu, kapal, dan sarana praktik lain di laut. Ini butuh perencanaan dan keseriusan bersama,” jelasnya.
Bonnie berkomitmen akan mengawal aspirasi ini secara bertahap. “Kalau masyarakat serius, mari kita mulai dari perencanaan. Kita bahas step by step dan penuhi syarat dasarnya dulu,” paparnya.
Dalam kesempatan sama, dia juga menanggapi laporan warga tentang sebuah sekolah yang diduga cuma beroperasi dua jam sehari. “Kalau benar, itu tidak benar. Saya akan cek dan koordinasi dengan Dinas Pendidikan,” tegas Bonnie.
Usai mendengar aspirasi, Bonnie meninjau UPI milik PT Almas Juanda Bersama. Pemilik UPI, Haji Cosmas, menjelaskan kegiatan ekspornya. “Tuna kami ekspor ke Vietnam, lobster ke China dan Vietnam, sementara ikan mahi-mahi ke Amerika,” katanya.
Kapasitas produksinya cukup besar, bisa kirim 10-40 ekor tuna per hari. “Untuk Lobster, kalau musimnya bisa capai satu ton per hari, semua hasil nelayan asli kampung sini,” terang Haji Cosmas.
Ia menjelaskan, UPI ini didirikan untuk memotong mata rantai perdagangan yang sering merugikan nelayan. “Dulu harga tangkapan nelayan dibayar sangat rendah. Unit pengelolaan ini satu-satunya yang dimiliki warga lokal,” kata Haji Cosmas.