Anggota Kongres AS Desak Rilis Rekaman Serangan Kapal “Double-Tap” di Karibia

Parlemen Amerika Serikat Desak Rilis Video Serangan "Double-Tap" di Karibia

Para anggota parlemen Amerika Serikat mendesak diluncurkannya rekaman video serangan kontroversial berjenis double-tap terhadap sebuah kapal di perairan Karibia. Desakan ini muncul seiring meningkatnya sorotan terhadap legalitas kampanye militer Washington dalam memberantas lalu lintas narkoba.

Seruan bipartisan yang dilayangkan pada hari Minggu tersebut berlangsung dalam kontroversi yang kian memanas, menyusul terungkapnya bahwa pejabat militer memerintahkan serangan lanjutan dalam operasi 2 September lalu. Serangan kedua ini menargetkan kapal yang diduga menyelundupkan narkoba dan menewaskan dua orang yang selamat dari serangan awal.

Para legislator dari Partai Demokrat dan Republik telah menyaksikan rekaman serangan tersebut pekan lalu dalam briefing tertutup dengan pejabat militer. Namun, mereka muncul dari pemutaran video dengan kesaksian yang sangat berbeda mengenai apa yang terjadi.

Reaksi terhadap rekaman itu pun terbelah mengikuti garis partisan. Kaum Demokrat menyuarakan keprihatinan mendalam atas legalitas serangan, sementara kalangan Republik bersikukuh bahwa serangan tersebut dapat dibenarkan.

Adam Smith, politisi Demokrat senior di Komite Angkatan Bersenjata Dewan Perwakilan Rakyat, menyatakan bahwa kapal target telah "jelas tidak mampu bergerak" dalam serangan pertama, dan para korban yang selamat tidak bersenjata serta tidak memiliki alat komunikasi.

“Mereka seharusnya merilis video itu. Jika video dirilis, maka segala pernyataan pihak Republik akan terbukti jelas salah. Masyarakat dapat menyaksikannya dan mereka akan melihat,” ujar Smith dalam wawancara dengan program ABC News, This Week with George Stephanopoulos.

Jim Himes, pimpinan Demokrat di Komite Intelijen DPR, berpendapat publik Amerika berhak mendapat kesempatan untuk menilai video tersebut sendiri.

“Memang ada simpati tertentu terhadap operasi pengejaran pengedar narkoba. Namun, saya rasa sangat penting bagi orang-orang untuk melihat seperti apa wujudnya ketika kekuatan penuh militer AS diarahkan kepada dua orang yang sedang bergantung pada sepotong kayu dan hendak tenggelam, agar mereka mendapat gambaran nyata tentang apa yang kita lakukan,” papar Himes kepada CBS News’ Face the Nation.

Sejumlah politisi Republik menyatakan dukungan terhadap perilisian video, meski mereka tetap membela serangan tersebut. Senator Tom Cotton, yang klaimnya bahwa para korban selamat berusaha "membalikkan" kapal untuk melanjutkan pelayaran telah dibantah Demokrat, menyatakan tidak keberatan video dirilis, namun akan menyerahkan keputusan akhir kepada Menteri Pertahanan Pete Hegseth dan Pentagon.

MEMBACA  Rusia Memperketat Serangan ke Ukraina Menjelang Pelantikan Trump | Berita

Senator John Curtis dari Utah juga menyiratkan dukungannya, dengan menyatakan bahwa pejabat seharusnya "lebih memilih transparansi."

Presiden Donald Trump, yang administrasinya telah melakukan setidaknya 22 serangan terhadap dugaan pengedar narkoba di Laut Karibia dan Pasifik Timur, pekan lalu menyatakan "tidak masalah" jika rekaman tersebut dirilis.

Hegseth, dalam sebuah forum pertahanan di California hari Sabtu, bersikap lebih hati-hati. Ia menyebutkan bahwa pihaknya sedang mengkaji kemungkinan perilisian, namun perlu mengambil keputusan yang "bertanggung jawab."

Sorotan terhadap serangan ini kian meningkat sejak The Washington Post melaporkan bulan lalu bahwa pejabat militer AS melakukan serangan kedua terhadap dua orang yang bergantung pada reruntuhan kapal, setelah Hegseth menginstruksikan komandan untuk "tidak menyisakan korban selamat." Hegseth berulang kali membantah laporan tersebut, menyebutnya sebagai "berita palsu" dan "provokatif."

Para ahli hukum berargumen bahwa serangan double-tap serta kampanye militer administrasi Trump terhadap dugaan pengedar narkoba pada umumnya, merupakan tindakan ilegal.

“Amerika Serikat saat ini tidak beroperasi dalam konteks konflik bersenjata dalam serangan-serangannya di Karibia. Karena alasan itu, ini bukan konteks di mana hukum kejahatan perang berlaku,” jelas Tom Dannenbaum, pakar hukum perang dari Universitas Stanford, kepada Al Jazeera. “Sebaliknya, semua serangan ini dapat dikualifikasikan sebagai pembunuhan yang melanggar hukum pidana domestik, dan eksekusi di luar pengadilan yang melanggar hukum HAM internasional.”

Setidaknya 87 orang telah tewas dalam serangan-serangan yang dimulai administrasi Trump pada bulan September lalu. Hingga kini, administrasi Trump belum mempublikasikan bukti apa pun untuk mendukung klaim bahwa kapal-kapal tersebut membawa narkotika, menuju AS, atau dikomandani oleh anggota kartel yang terlarang.