Jepang dan China Berdebat di PBB soal Pernyataan Takaichi terkait Taiwan

Dampak terus berlanjut pasca Perdana Menteri Jepang menyatakan penggunaan kekuatan terhadap Taiwan merupakan ancaman eksistensi bagi Jepang.

Diterbitkan Pada 5 Des 20255 Des 2025

Klik untuk membagikan di media sosialsosial

share2

Jepang dan China telah memperhebat perang kata-kata mereka di Perserikatan Bangsa-Bangsa menyusul pernyataan tak biasa dari Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi tentang peran Tokyo dalam konflik Taiwan yang potensial.

Duta Besar Jepang untuk PBB menulis surat kepada Sekretaris Jenderal Antonio Guterres pada Kamis, membantah tuduhan dari Beijing bahwa Takaichi telah melanggar “norma dasar yang mengatur hubungan internasional” ketika berbicara di Diet Jepang bulan lalu.

Rekomendasi Cerita

daftar 4 itemakhir daftar

“Pernyataan-pernyataan yang tercantum di dalamnya tidak sesuai dengan fakta, tidak berdasar, dan secara kategoris tidak dapat diterima,” tulis Duta Besar PBB Kazuyuki Yamazaki.

Surat ini menandai untuk kedua kalinya Jepang menulis kepada Guterres mengenai masalah ini dalam beberapa bulan terakhir. Kedua kali itu merupakan respons atas surat terpisah dari China ke PBB mengenai Takaichi.

Sengketa ini bermula pada November ketika Takaichi memberitahu anggota legislatif Jepang bahwa apabila China menggunakan kekuatan terhadap Taiwan, langkah itu akan menjadi situasi “mengancam kelangsungan hidup” bagi Jepang, menurut media Jepang.

Taiwan dan Jepang tidak memiliki hubungan diplomatik, tetapi mereka adalah tetangga dekat dan sekutu tidak resmi. Anggota legislatif mereka juga rutin melakukan pertemuan antarpartai.

Namun, para ahli mengatakan komentar Takaichi menandai penyimpangan dari tradisi Tokyo, yang biasanya lebih berhati-hati dalam masalah Taiwan.

“Ini telah menjadi posisi tidak resmi Jepang dan posisi tak terucapkan Jepang selama bertahun-tahun, tetapi perdana menteri biasanya tidak mengatakannya [terus terang],” kata Jeffrey Hall, pengajar studi Jepang di Kanda University of International Studies, kepada Al Jazeera.

MEMBACA  Blackpanda dan Badan Keamanan Siber Singapura Teken Kemitraan Strategis untuk Meningkatkan Tanggapan Darurat Keamanan Siber dan Asuransi di Singapura

Taiwan, sebuah demokrasi yang memerintah sendiri, diklaim oleh Beijing, yang berjanji akan menyatukannya suatu hari nanti baik secara damai maupun paksa di tengah kampanye modernisasi militer yang berlangsung. Beijing menganggap masalah seputar Taiwan termasuk dalam urusan internalnya.

Selain surat-surat ke PBB, seorang diplomat China di Osaka menyiratkan dalam sebuah unggahan media sosial—yang kini telah dihapus—bahwa kepala Takaichi harus dipenggal atas pernyataannya tentang Taiwan, menurut kantor berita Reuters.

Media negara China juga mulai memposting artikel yang mempertanyakan klaim Jepang atas Okinawa dan Kepulauan Ryukyu, dalam apa yang digambarkan secara daring sebagai “gejolak geopolitik”.

Takaichi, seperti mentor almarhumnya Perdana Menteri Shinzo Abe, telah mengadvokasi militër Jepang yang lebih kuat—dikenal sebagai “pasukan bela diri”—dan merevisi konstitusi pasifis pascaperang negara itu.

Meskipun keputusan untuk memperkuat militer masih kontroversial di dalam Jepang, sengketa baru-baru ini dengan China telah membantu meningkatkan popularitas Takaichi, menurut Hall.

Masyarakat Jepang telah tidak senang bahwa Beijing mencoba menyamakan Jepang kontemporer dengan masa lalu Perang Dunia II-nya, katanya kepada Al Jazeera, ketika Kekaisaran Jepang menjajah sebagian besar Asia Timur dan Tenggara dengan brutal.

Fu Cong, perwakilan tetap China untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, menyiratkan warisan historis Jepang dalam surat keduanya ke PBB minggu ini tentang Takaichi.

Ia menyebut pernyataan Takaichi “keliru”, dan menambahkan bahwa pernyataan itu “secara terbuka menantang hasil kemenangan Perang Dunia II dan tatanan internasional pascaperang serta merupakan pelanggaran serius terhadap tujuan dan prinsip Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa”.

Tinggalkan komentar