Sistem Perpajakan Indonesia Menjunjung Tinggi Prinsip Keadilan

Rabu, 26 November 2025 – 08:50 WIB

Denpasar, VIVA – Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Kementerian Keuangan, Bimo Wijayanto, menegaskan bahwa sistem perpajakan nasional sudah mengadopsi prinsip keadilan. Menurutnya, tidak ada pemungutan pajak untuk orang-orang yang tidak mampu.

Hal ini disampaikan Dirjen Pajak Bimo Wijayanto di Denpasar, Bali, pada Selasa, 25 November 2025, sebagai respons atas fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang penerapan pajak di Indonesia.

Bimo menyatakan Dirjen Pajak berkomitmen untuk menghindari polemik atau perbedaan pendapat yang tidak perlu di masyarakat mengenai sistem perpajakan.

Dia menjelaskan, poin penting yang ditekankan dalam prinsip keadilan pajak adalah prinsip ‘daya pikul’ atau kemampuan membayar dari wajib pajak. Instrumen perlindungan bagi masyarakat berpenghasilan rendah katanya sudah ada di dalam undang-undang.

“Ini kan sudah ada konsep Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Terus untuk UMKM juga sudah ada threshold (ambang batas), di bawah omzet Rp500 juta tidak kena pajak, sedangkan Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar bisa pakai pajak final,” jelas Bimo Wijayanto.

Selain pajak UMKM, isu tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor Perdesaan dan Perkotaan (P2) untuk aset lembaga keagamaan, seperti pesantren dan sekolah, juga menjadi perhatian MUI.

Bimo mengklarifikasi bahwa wewenang pungutan PBB-P2 sekarang sudah pindah dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.

Meski begitu, dia mengatakan bahwa berdasarkan aturan, aset yang dipakai untuk kepentingan sosial, pendidikan, kesehatan, dan keagamaan yang bersifat nirlaba dan non-komersial, diberikan pengecualian, diskon, atau tarif khusus.

“Sepemahaman kami ada fasilitasnya, berupa diskon, ada potongan nilai PBB-P2 yang harus dibayar. Jadi itu juga sudah dipertimbangkan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Bimo menyebut penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) juga memegang asas keadilan dengan mengecualikan barang kebutuhan pokok yang penting bagi hidup orang banyak.

MEMBACA  Diplomat AS Dipecat Karena Berhubungan dengan Perempuan Terkait Partai Komunis Tiongkok

Dia optimis, dengan penjelasan yang mendetail dan dialog terbuka, perbedaan pendapat soal beban pajak bisa diselesaikan.

“Daya pikul itu menjadi asas. Seharusnya bagi kami sih tidak ada polemik,” kata Bimo.

Kendati demikian, Ditjen Pajak Kemenkeu tetap berencana melakukan tabayyun (klarifikasi) dengan MUI agar bisa menyamakan persepsi tentang kesesuaian regulasi perpajakan dengan prinsip keadilan.