Generasi Z Bukan Malas, tapi Pencari Kerja Paling Terencana

Sebagaikan generasi-generasi sebelumnya, generasi milenial dan sekarang Gen Z juga sering dibilang punya masalah dengan etos kerja dan kesiapan karir. Dari post-post di LinkedIn sampai pendapat CEO, pekerja muda sering dianggap pemales dan tidak punya motivasi.

Tapi data bilang lain. Gen Z itu sebenarnya sangat hati-hati, analitis, dan menganggap pemilihan pekerjaan seperti investasi besar. Mereka tidak malas atau manja, tapi sangat serius dalam cari kerja. Perusahaan yang salah paham ini justru akan kehilangan bakat terbaik mereka, yang merugikan diri mereka sendiri sekarang dan nanti.

Bagaimana Gen Z mengubah cara cari kerja

Meski pegang hp terus, tiga perempat dari Gen Z malah pake komputer buat isi lamaran kerja, menurut data HireClix terbaru. Pergeseran ini juga terjadi di semua generasi, tapi Gen Z yang paling sering pake komputer. Daripada cuma scroll hp dan klik ‘lamar’ begitu aja, generasi ini lebih suka mikirin dulu dan pelan-pelan isi aplikasi.

Gen Z juga sangat strategis tentang dimana mereka mulai nyari kerja. Mereka cari informasi asli tentang perusahaan, dan tidak hanya percaya iklan lowongan kerja saja. Mereka mulai dengan menyelidiki lewat media sosial. Keterlibatan dengan iklan kerja di media sosial naik banyak, contohnya YouTube naik 35%, Instagram naik 33%, dan TikTok naik 63%.

Platform kayak TikTok, Instagram, dan YouTube sekarang bukan cuma untuk brand awareness, tapi udah jadi alat penting untuk menjangkau calon karyawan.

Kenapa mereka sangat serius?

Perubahan ini menunjukkan bahwa generasi ini mengalami pasar kerja yang sulit – jadi mereka banyak riset, manfaatkan AI, dan tidak terima begitu saja.

Mereka mulai kerja di masa ketidakstabilan ekonomi, perubahan sosial, dan kelebihan informasi digital. Sekarang, pasar kerja yang ‘beku’ ini sangat susah buat talent pemula. Lowongan kerja berkurang di mana-mana, dan bagi yang sudah punya kerja, mereka cenderung bertahan di posisi sekarang.

MEMBACA  DeepSeek memberikan kesempatan bagi perusahaan teknologi Eropa untuk mengejar dalam perlombaan kecerdasan buatan global

Karena Gen Z lagi nyari kerja pertama atau kedua mereka, mereka sadar bahwa di pasar kerja yang macet ini, pekerjaan berikutnya mungkin akan mereka jalani untuk waktu yang lama. Jadi mereka memastikan bahwa itu adalah pekerjaan yang tepat.

Jadi, tidak heran kalau Gen Z mengubah kebiasaan lama dan sangat serius dalam cari kerja. Mereka memulai karir di pasar yang berhati-hati, jadi mereka pun bersikap hati-hati.

Merubah cara pandang terhadap Gen Z

Meski serius, banyak perusahaan masih merekrut seolah-olah Gen Z itu pencari kerja yang santai. Salah paham ini tidak hanya bikin Gen Z kesal, tapi juga bikin proses perekrutan perusahaan jadi tidak tepat sasaran. Padahal Gen Z pengen balik ke kantor, dapat bimbingan dari pemimpin, cari nilai-nilai yang sama, dan mengalami nuansa budaya perusahaan. Kalau cara lama diterusin, pasti gagal.

Perusahaan yang ingin mempertahankan dan menarik karyawan harus tunjukkan bahwa mereka stabil dan sehat. Mereka bisa lakukan ini dengan memperbaiki cara mereka menampilkan diri ke luar. Para kandidat sedang mencari indikator budaya perusahaan di banyak platform, seperti Indeed (56%), LinkedIn (52%), Google (41%), dan situs karir perusahaan (40%) – dan perusahaan harus perhatikan penampilan mereka di semua platform itu.

Salah satu cara baru untuk terhubung dengan Gen Z adalah lewat berbagai solusi AI, kayak ChatGPT, Claude.ai, Gemini, Perplexity, dll. Kebanyakan perusahaan belum siap untuk langsung hadir di alat cari kerja baru ini dan sayangnya masih tergantung sama papan lowongan kerja. Sebenarnya tidak terlalu susah untuk meningkatkan GEO (generative engine optimization) dan menyampaikan kebenaran tentang perusahaan kamu ke Gen Z lewat alat-alat ini.

Untuk memperkuat penampilan eksternal, perusahaan harus lakukan lebih dari sekedar menonjolkan "manfaat dan keuntungan". Bahasa kayak gini itu terlalu umum dan bisa menyesatkan – lagipula, untuk kebanyakan pekerjaan, "manfaat" itu udah hal yang biasa. Misalnya, kerja dari rumah tetap jadi "manfaat" besar yang sangat penting bagi Gen Z dan harus dijelaskan dengan jelas di saluran milik perusahaan seperti situs karir dan LinkedIn. Bagi Gen Z, penjelasan umum tidak cukup, perusahaan harus jelas dengan nilai-nilai mereka dan apa yang mereka tawarkan sebagai balasan atas komitmen yang diberikan Gen Z.

MEMBACA  Memanfaatkan opsi untuk mendapatkan paparan saham ke atas dengan risiko lebih rendah selama masa-masa sulit.

Soal deskripsi pekerjaannya sendiri, kandidat Gen Z mencari deskripsi kerja yang informatif, mudah dimengerti (tidak pakai bahasa yang aneh-aneh), bebas dari salah ketik, dan sesuai dengan usaha yang mereka berikan untuk melamar. "Postingan pekerjaan yang berantakan", atau postingan yang terlihat asal copy-paste dari deskripsi lama, tidak cuma menunjukkan kemalasan tapi juga bisa jadi tanda kekacauan internal di perusahaan, yang berarti pengalaman kerja nanti kemungkinan juga tidak bagus.

Proses perekrutan adalah gambaran besar tentang budaya kerja; jika yang ditampilkan di luar berantakan, kandidat akan bayangkan yang terjadi di dalam juga berantakan.

Penting diingat bahwa perilaku Gen Z didorong oleh kehati-hatian dan mata yang tajam untuk kredibilitas. Gen Z tidak menolak kerja, mereka hanya ingin pengalaman yang sama seperti yang dilihat orang tua, teman lebih tua, dan rekan kerja mereka alami. Perusahaan yang menganggap mereka serius akan mendapatkan kepercayaan dan bakat mereka, dan akhirnya membangun pipa kandidat yang kuat untuk masa depan.