Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Sudan sedang mendorong kemitraan strategis dengan Indonesia untuk mengeksplorasi kerjasama yang saling menguntungkan bagi kedua negara.
“Ketika kita bicara tentang mineral, Sudan adalah negara yang sangat kaya. Jadi kita bisa punya semacam kemitraan strategis bersama,” kata Duta Besar Sudan untuk Indonesia, Dr. Yassir Mohamed Ali, dalam sebuah wawancara dengan ANTARA di sini pada hari Rabu.
Dia mengajukan usulan ini dengan pertimbangan bahwa kedua negara adalah negara besar dengan sumber daya yang melimpah.
Dengan rakyat kedua negara yang mencintai perdamaian dan memiliki nilai-nilai serta budaya yang mirip, Ali yakin ini bisa menjadi fondasi yang kuat untuk membangun kemitraan strategis.
Indonesia saat ini bercita-cita menjadi ekonomi terbesar kelima di dunia dan juga telah menjadi anggota BRICS.
Selain itu, Indonesia juga menyelenggarakan Forum Indonesia-Afrika (IAF) kedua di Bali pada tahun 2024, yang menghasilkan sejumlah perjanjian ekonomi antara Indonesia dengan negara-negara di kawasan tersebut.
Sementara itu, Afrika, yang sering dikenal sebagai benua terkaya di dunia, memiliki sumber daya yang sangat besar dengan populasi yang sedikit, membuka peluang besar bagi Indonesia untuk memanfaatkan sumber daya di benua itu melalui kerjasama.
“Kalau kamu berhasil membangun pijakan kuat di negara-negara itu, kamu bisa pergi ke negara-negara tetangga lainnya di sekitarnya, di kawasan itu, karena Afrika adalah sebuah kawasan,” ujarnya.
Dari perspektif geopolitik, Ali mengatakan bahwa Sudan adalah negara yang sangat penting di Laut Merah. Sementara itu, Indonesia adalah nomor satu dalam ekonomi halal. Oleh karena itu, dia percaya bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk memimpin Afrika.
“Dan ketika kita berbicara tentang Afrika, kita mencari mitra. Salah satunya adalah Sudan,” kata Ali.
“Kami memiliki rasa persaudaraan, kamu tahu, perasaan satu sama lain. Rasa persaudaraan ini menyatukan kita dan kita berkembang bersama. Itulah yang kami harapkan dari Indonesia, insyaallah,” ujar duta besar tersebut.
Di sektor perdagangan, Indonesia dan Sudan mencatat nilai dagang kurang dari US$50 juta karena perang yang sedang terjadi di Sudan.
Sudan mengimpor produk seperti pakaian, kosmetik, farmasi, dan minyak serta minyak sawit dari Indonesia. Sementara itu, Indonesia mengimpor kacang, wijen, dan kapas dari Sudan.
Ali mengatakan kedua negara kurang memiliki hubungan pemerintah-ke-pemerintah (G-to-G) yang kuat.
Karena itu, dia yakin bahwa jika kedua negara dapat membangun kemitraan yang kuat dan mencatat transaksi dagang yang signifikan, mereka bisa mencapai nilai perdagangan hingga miliaran dolar.