Peringatan Hari Santri yang diadakan sama P3M tahun ini beda dari tahun-tahun yang lalu. Kali ini, acaranya ditandai dengan peluncuran buku berjudul "Jihad Santri Merawat Bumi: 10 Kisah Inspiratif Pengelolaan Sampah di Pesantren".
JAKARTA – Peringatan Hari Santri yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) tahun ini memang tidak sama dengan sebelumnya. Pasalnya, peringatan kali ini ditandai dengan peluncuran buku "Jihad Santri Merawat Bumi: 10 Kisah Inspiratif Pengelolaan Sampah di Pesantren".
Buku ini secara epik menunjukan bagaimana pesantren, yang merupakan sokoguru moral dan spiritual, justru memilih untuk bergulat dengan masalah sampah yang sering dianggap remeh dan duniawi. Lebih dari sekedar kumpulan kisah sukses, buku ini merekam sebuah gerakan akar rumput yang lahir dari tempat tak terduga dan memberikan narasi sosiologis penting di tengah krisis sampah nasional yang mendesak.
Menurut Direktur P3M KH Sarmidi Husna, jihad yang sering diterjemahkan sebagai perjuangan bersenjata, dimaknai ulang menjadi perjuangan sungguh-sungguh untuk merawat bumi. Dalam pengantarnya, Kiai Sarmidi menjelaskan landasan program ini adalah kaidah fikih ad-dhararu yuzaalu, yang artinya setiap kemudaratan atau bahaya harus dihilangkan.
Dengan mendefinisikan sampah yang tidak terkelola sebagai madharat (penyebab penyakit, pencemaran, dan kerusakan sosial), buku ini mengangkat pengelolaan sampah dari sekadar tugas kebersihan menjadi kewajiban agama. "Memaknai ulang jihad," kata Kiai Sarmidi.
Ini adalah langkah yang mengubah tugas duniawi menjadi mandat duniawi dan ukhrawi, sehingga membuka sumber motivasi dan otoritas moral yang luar biasa dalam komunitas pesantren.
Buku “Jihad Santri Merawat Bumi” ini bukan hanya kumpulan cerita inspiratif, melainkan catatan kebangkitan gerakan lingkungan akar rumput yang autentik secara spiritual dan sangat praktis. Buku ini menyajikan model aksi iklim berbasis komunitas yang bisa ditiru.
Kiai Sarmidi menambahkan bahwa santri mempunyai tiga prinsip hidup. Pertama, komitmen untuk melaksanakan fardhu ain, seperti saat santri terlibat dalam jihad melawan penjajah dulu. Banyak santri yang ikut dalam perang pada waktu itu.
Kedua, komitmen untuk meninggalkan dosa besar. Hal ini terlihat dari perilaku santri yang tidak berani melakukan dosa besar. “Prinsip ketiga ini sangat penting, yaitu prinsip hubungan dengan Allah dan makhluk (hablun minallah wa hablun minannas). Nah, ini sering kita temukan adalah yang teledor. Sekarang waktunya santri bukan cuma berjuang melawan penjajah, tetapi juga berjihad merawat bumi. Inilah problem yang kita hadapi sekarang,” jelasnya.
Selain itu, P3M ingin membumikan ekoteologi untuk mewujudkan keadilan ekologi. “Kita harus membumikan ekoteologi agar bermakna dan bermanfaat bagi masyarakat. Ekoteologi tidak boleh cuma dalam program saja, tetapi dampaknya harus benar-benar dirasakan masyarakat. Ekoteologi bukan cuma wacana atau untuk panggung seminar, tapi harus dibumikan agar bermakna dan berdampak bagi masyarakat,” ujar Kiai Sarmidi.
Buku ini merupakan kisah perjalanan pesantren dalam program bernama GELAR BUMI (Gerakan Santri Merawat Bumi), sebuah kolaborasi antara P3M dengan Coca-Cola Europacific Partners (CCEP) Indonesia.
Program ini awalnya menjangkau 10 pesantren percontohan di Jawa melalui tiga tahapan yang krusial. Keberhasilan program ini terletak pada kemampuannya menggabungkan gagasan teologis dengan teknologi yang memberikan dampak ekonomi secara nyata.