Departemen Keuangan Amerika Serikat telah menjatuhkan sanksi terhadap Presiden Kolombia Gustavo Petro, keluarganya, serta Menteri Dalam Negeri negara Amerika Selatan tersebut, Armando Benedetti.
Keputusan yang dikeluarkan pada Jumat ini menandai eskalsasi signifikan dalam perseteruan yang tengah berlangsung antara Petro yang beraliran kiri dan rekannya dari AS, Donald Trump yang beraliran kanan.
Artikel Rekomendasi
Dalam sebuah pernyataan, Departemen Keuangan AS menuduh Petro gagal mengendalikan industri kokain Kolombia dan melindungi kelompok-kelompok kriminal dari pertanggungjawaban.
Departemen Keuangan mengutip rencana “Perdamaian Total” Petro, sebuah inisiatif yang dirancang untuk mengakhiri konflik internal Kolombia yang telah berlangsung selama enam dekade melalui perundingan dengan pemberontak bersenjata dan organisasi kriminal.
“Sejak Presiden Gustavo Petro berkuasa, produksi kokain di Kolombia meledak ke tingkat tertinggi dalam beberapa dekade, membanjiri Amerika Serikat dan meracuni warga Amerika,” ujar Menteri Keuangan Scott Bessent dalam sebuah pernyataan.
“Presiden Petro telah membiarkan kartel narkoba berkembang dan menolak untuk menghentikan aktivitas ini.”
Petro, yang aktif menggunakan media sosial, dengan cepat membalas bahwa keputusan Departemen Keuangan merupakan puncak dari ancaman Partai Republik yang telah berlangsung lama, termasuk dari Senator AS Bernie Moreno, seorang pengkritik kepemimpinannya.
“Ancaman Bernie Moreno memang telah terpenuhi,” tulis Petro di platform media sosial X. “Istriku, anak-anakku, dan aku telah dimasukkan dalam daftar OFAC [Kantor Pengendalian Aset Asing].”
Dia berargumen bahwa negaranya telah “memerangi perdagangan narkoba secara efektif selama beberapa dekade” dan menyarankan bahwa dia akan mengontestasikan sanksi tersebut dalam sistem pengadilan AS.
“Tidak ada satu langkah mundur dan tak pernah berlutut,” tulis Petro, berjanji untuk tidak mundur.
Penetapan pada hari Jumat itu menempatkan Petro dalam kelompok kecil pemimpin internasional tingkat atas yang secara pribadi disanksi oleh AS.
Contohnya termasuk Presiden Venezuela Nicolas Maduro, yang disanksi karena pelanggaran hak asasi manusia, dan Presiden Rusia Vladimir Putin, yang menghadapi pembatasan ekonomi menyusul invasi skala penuh negaranya ke Ukraina pada 2022.
Namun, sanksi terhadap Petro datang ketika pemimpin sayap kiri dan mantan pemberontak ini memasuki senja kepresidenannya. Dibatasi oleh masa jabatan, dia dijadwalkan untuk mengundurkan diri pada tahun 2026.
Petro dianggap sebagai presiden sayap kiri pertama dalam sejarah Kolombia modern.
Ini juga menandai aksi terbaru yang diambil pemerintahan Trump terhadap salah satu pengkritiknya yang paling terkemuka di Amerika Latin.
Menteri Dalam Negeri Kolombia Armando Benedetti berbicara kepada media di Bogota, Kolombia, pada 11 Juni [Nathalia Angarita/Reuters]
Sejarah Konfrontasi
Perseteruan antara Petro dan Trump dimulai tak lama setelah presiden AS kembali ke Gedung Putih untuk masa jabatan kedua pada 20 Januari.
Trump dengan cepat bertindak untuk memenuhi janji kampanyenya: deportasi massal imigran tanpa dokumen dari AS.
Gambar-gambar imigran yang dibelenggu digiring ke dalam pesawat militer AS segera memenuhi media internasional. Petro termasuk salah satu yang menyatakan kemarahan di media sosial.
Pada dini hari tanggal 26 Januari, dia mengancam tidak akan menerima dua penerbangan deportasi yang sedang dalam perjalanan dari AS. “AS tidak boleh memperlakukan migran Kolombia seperti penjahat,” tulisnya di media sosial.
Trump merespons dengan mengancam negara itu dengan tarif 30 persen, dan Petro pun mengalah.
Tapi keduanya terus bersitegang mengenai berbagai isu, mulai dari imigrasi hingga hak asasi manusia hingga cara Kolombia seharusnya menekan produksi kokain ilegalnya.
Negara Amerika Selatan ini tetap menjadi sumber daun koka terbesar di dunia, daun yang dapat diolah menjadi kokain. Tahun lalu, Perserikatan Bangsa-Bangsa melaporkan bahwa Kolombia telah mencatat tahun ke-10 berturut-turut peningkatan produksi kokain, dengan kenaikan 53 persen dibandingkan tahun 2022, ketika Petro menjabat.
Namun, Trump semakin fokus dalam pertarungan melawan perdagangan narkoba sembari memamerkan kekuatannya di luar negeri, khususnya di Amerika Latin.
Sebagai contoh, dia telah menggunakan ancaman kenaikan tarif atas impor AS untuk menekan negara-negara lain, termasuk negara tetangga seperti Kanada dan Meksiko, untuk memerangi penyelundupan narkoba.
Presiden Kolombia Gustavo Petro berbicara selama upacara pelantikan Jenderal William Rincon sebagai kepala kepolisian nasional baru pada 24 Oktober [Ivan Valencia/AP Photo]
Bentrokan atas Serangan Militer
Sejak 2 September, Trump mengikuti ancamannya dengan aksi militer, melaksanakan serangkaian serangan rudal mematikan terhadap kapal-kapal laut di Laut Karibia dan Samudra Pasifik.
Sasaran serangan tersebut, kata Trump, adalah para pedagang narkoba. Tapi Petro berargumen bahwa serangan-serangan itu sama dengan pembunuhan di luar pengadilan.
Pemimpin Kolombia itu telah menyoroti kasus-kasus seperti nelayan Alejandro Carranza, yang dilaporkan tewas dalam salah satu serangan tersebut. Setidaknya 34 orang telah tewas dalam pemboman itu, beberapa di antaranya warga Kolombia.
“Ini bukanlah korban perang,” tulis Petro dalam satu unggahan media sosial pada hari Jumat, tak lama sebelum sanksi diumumkan. “Itu adalah pembunuhan.”
Petro membawa pesan itu ke panggung Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York pada bulan September, mengkritik habis-habisan pemerintahan Trump atas tindakannya.
“Perang keras terhadap narkoba adalah sebuah kegagalan, dan saya menggantinya dengan kebijakan anti-perdagangan yang efektif,” kata Petro kepada badan internasional tersebut.
“Apakah benar-benar perlu untuk menembakkan misil kepada pemuda miskin yang tidak bersenjata di Karibia? Kebijakan anti-narkoba dimaksudkan untuk menghentikan kokain yang masuk ke Amerika Serikat. Kebijakan anti-narkoba adalah untuk mendominasi bangsa-bangsa di selatan secara keseluruhan.”
Petro terlihat sesudahnya di jalan-jalan Kota New York berunjuk rasa bersama para pengunjuk rasa pro-Palestina yang menentang perang Israel di Gaza.
Dalam hitungan jam, pemerintahan Trump mencabut visa Petro “karena tindakannya yang ceroboh dan provokatif”. Mereka sebelumnya telah membandingkan demonstrasi semacam itu dengan “terorisme”.
Pada bulan yang sama, pemerintahan itu juga mendekertifikasi Kolombia sebagai mitra dalam “perang melawan narkoba” AS yang sedang berlangsung.
Seorang pengunjuk rasa di Bogota, Kolombia, membakar bendera dekat pintu masuk kedutaan AS selama unjuk rasa pada 17 Oktober [Fernando Vergara/AP Photo]
Mengakhiri Bantuan untuk Kolombia
Hubungan antara Trump dan Petro hanya menjadi semakin tegang sejak saat itu.
Baru minggu ini, Trump mengumumkan di platformnya Truth Social bahwa dia akan menghentikan semua bantuan kepada Kolombia, penerima dana AS terbesar di Amerika Selatan.
Pada tahun fiskal 2023 saja, Kolombia menerima bantuan lebih dari $743 juta dari AS.
Trump juga memperingatkan bahwa AS dapat memainkan peran yang lebih aktif di Kolombia jika Petro tidak bertindak lebih tegas untuk membendung perdagangan kokain.
“Petro, pemimpin dengan rating rendah dan sangat tak populer, yang mulutnya ceplas-ceplos terhadap Amerika, sebaiknya segera menutup ‘ladang pembantaian’ ini, atau Amerika Serikat akan menutupnya untuknya, dan carinya tidak akan baik-baik,” tulis Trump dalam postingannya tanggal 19 Oktober.
Ancaman ini **diulanginya** kembali beberapa hari kemudian, pada 22 Oktober, dalam pertemuan dengan Sekjen NATO Mark Rutte.
“Dia sebaiknya berhati-hati, atau kami akan mengambil tindakan yang sangat serius terhadap dia dan negaranya,” kata Trump tentang Petro. “Apa yang telah dibawanya ke negaranya adalah jebakan kematian.”
Petro, sebagai respons, mengancam akan menuntut Trump atas tuduhan fitnah. Pemimpin AS itu telah menyebut Petro sebagai “pengedar narkoba”, “preman”, dan “orang jahat”, di antara sebutan lainnya.
Cekcok antara kedua presiden ini telah membuat hubungan diplomatik kedua negara merenggang, dengan Kolombia baru-baru ini memanggil pulang duta besarnya dari Washington, DC.
Namun secara tradisional, Kolombia merupakan salah satu sekutu utama AS di kawasan dan mitra kunci dalam upayanya memerangi perdagangan narkoba.
Sanksi yang dikeluarkan Jumat itu membekukan seluruh properti yang mungkin dimiliki Petro, keluarganya, dan Menteri Dalam Negeri Benedetti di AS. Sanksi tersebut juga melarang entitas yang berbasis di AS untuk berbisnis dengan pihak-pihak yang disanksi.
Benedetti, bagi pihaknya, menyatakan sanksi tersebut sebagai bentuk balasan karena membela Petro.
“Bagi AS, pernyataan non-kekerasan sama saja dengan menjadi pengedar narkoba,” tulisnya dalam sebuah postingan. “Orang-orang Gringo, pulanglah.”