Jakarta (ANTARA) – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan bahwa penebangan hutan secara massif selama masa kolonial menyebabkan sedimentasi, yang mengubah Selat Muria, yang menghubungkan Pulau Jawa dengan Pulau Muria, menjadi daratan.
“Pada masa kolonial Belanda, penebangan hutan sangat intens dan menyebabkan erosi. Kemudian, sedimentasi menyebabkan Selat Muria menjadi daratan,” kata Eko Soebowo, seorang peneliti di Pusat Penelitian Bencana Geologi BRIN, pada hari Rabu.
Penebangan hutan dan erosi sejak abad ketujuh telah tercatat di bagian selatan Selat Muria dan di lereng Gunung Muria, ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa material-material yang tererosi yang dibawa oleh banjir secara bertahap mengisi selat, menyebabkannya menjadi lebih dangkal dan akhirnya menghilang saat Pulau Muria bergabung dengan Jawa.
Ia memperingatkan bahwa daratan yang terbentuk dari sedimentasi belum mengalami pemadatan yang lengkap, membuat bangunan di atasnya rentan roboh.
“Di masa lampau, banjir membawa sedimentasi ke Selat Muria, dan air surut, sehingga daratan terbentuk,” jelas Soebowo.
Ia kemudian mendorong masyarakat untuk bijak dalam mengambil air tanah. Aktivitas ekstraksi air tanah yang berlebihan telah menyebabkan penurunan tanah yang parah di Demak dan Kudus di Jawa Tengah.
Perubahan iklim, yang telah menyebabkan lelehnya es di Kutub Utara dan Selatan, juga meningkatkan permukaan laut dan menjadi ancaman serius yang berpotensi membuat Selat Muria muncul kembali, demikian peringatannya.
Namun, Soebowo mengatakan bahwa banjir baru-baru ini di Selat Muria adalah fenomena alam semata yang dipicu oleh cuaca ekstrem.
Berita terkait: Banjir bandang di Kudus Jawa Tengah memengaruhi 39.272 warga: BPBD
Berita terkait: Warga Kudus diingatkan untuk tidak melakukan aktivitas di area yang terkena banjir
Penerjemah: Sugiharto P, Kenzu
Editor: Anton Santoso
Hak cipta © ANTARA 2024