OpenAI baru aja umumkan bahwa konsumen sekarang bisa beli produk langsung di dalam ChatGPT. Di waktu yang sama, toko besar kayak Walmart sudah lihat bahwa satu dari lima klik referal datang dari ChatGPT. Hanya dalam beberapa bulan, agen AI sudah berubah dari hal yang baru dan seru menjadi kebutuhan bisnis. Ini adalah salah satu perubahan tercepat dalam perilaku belanja konsumen sejak munculnya internet.
Tapi belanja di ChatGPT bukan cuma saluran penjualan baru—itu adalah tes tekanan yang tunjukkan kebenaran yang sulit: AI jalan karena data, dan data kebanyakan retailer belum siap.
Sekarang pembeli berharap agen AI bisa jawab pertanyaan kayak, “Siapa yang bisa antar pemanas teras sampai Sabtu ini?” atau “Di mana harga terbaik untuk vakum Dyson hari ini?” Jawaban itu tidak datang dari udara kosong, mereka datang langsung dari sistem retailer sendiri. Kalau data inventaris terpisah-pisah, harga tidak sama di semua saluran, atau informasi pengiriman sudah ketinggalan zaman, maka agen AI akan kasih jawaban yang salah. Dan ketika janjinya tidak ditepati, itu tidak cuma rugikan satu penjualan. Itu mengikis kepercayaan kepada retailer dan kepada AI itu sendiri.
Walmart adalah salah satu pengecualian yang membuktikan aturannya. Saya kerja untuk perusahaan yang bantu Walmart otomatisasi dan satukan sistem data mereka. Setelah bertahun-tahun dukung integrasi dan operasi data mereka, saya lihat langsung bagaimana retailer ini sudah investasi untuk buat data menjadi keunggulan kompetitif yang nyata. Mereka prioritaskan untuk menghubungkan sistem ERP, inventaris, dan pemenuhan pesanan—infrastruktur yang sekarang memungkinkan agen AI untuk menampilkan informasi produk Walmart dengan percaya diri. Itulah sebabnya mereka lihat lonjakan lalu lintas referal dari ChatGPT. Untuk kebanyakan retailer, pertanyaan yang sama akan tunjukkan harga yang kedaluwarsa, stok yang tidak nyata, atau jendela pengiriman yang terlewat.
Ini bukan soal bikin chatbot yang keren atau coba “menguasai” bagian depan dari belanja AI. Serahkan itu ke platform AI. Pekerjaan yang sebenarnya adalah seperti pekerjaan pipa: data yang bersih, real-time, dan dari ujung ke ujung. Jika sistem kamu tidak bisa berikan jawaban yang bisa diandalkan, AI akan dengan mudah lewati kamu. Di dunia dimana kebiasaan konsumen terbentuk dengan cepat, menghilang dari proses belanja sekarang bisa artinya menghilang untuk selamanya.
Jadi bagaimana retailer harus menanggapi? Pertama, dengan perlakukan data sebagai aset strategis, bukan sesuatu yang dipikirkan belakangan oleh divisi IT. Itu artinya mempekerjakan pemimpin yang paham integrasi sebagai pengungkit pertumbuhan, bukan cuma pusat biaya. Itu artinya mengatur ulang tim sehingga operasi, digital, dan merchandising kerja dari data yang sama, tidak berdebat karena versi kebenaran yang berbeda. Dan itu artinya investasi di sistem yang update secara real time, daripada proses batch yang dirancang untuk kecepatan perdagangan zaman dulu.
Kedua, retailer perlu bangun ketahanan teknis. Itu tidak cuma artinya beli alat baru; itu artinya mendesain arsitektur dimana harga, inventaris, dan logistik terhubung dengan cukup erat untuk tahan terhadap tuntutan dari penemuan yang digerakkan AI. Retailer yang terus perlukan fungsi-fungsi ini sebagai domain terpisah akan menemukan diri mereka tidak kelihatan di dunia pencarian AI.
Perubahan terbaru ini melanjutkan perjalanan transformasi yang sudah dialami retailer, dari toko fisik ke penjualan online, lalu ke penjualan mobile, dan terus ke media sosial. Sekarang mereka hadapi tantangan baru karena konsep penjualan omnichannel terus berkembang.
Era perdagangan AI sudah datang, dan dia bergerak lebih cepat dari yang kebanyakan eksekutif perkirakan. Retailer yang bertahan bukanlah yang punya anggaran pemasaran terbesar, tapi yang sistemnya benar-benar bisa ‘bicara’ dengan AI. Kesuksesan akan datang ke perusahaan yang menyelaraskan prioritas teknologi dan organisasi di sekitar satu tujuan: membuat data mereka bisa dipercaya, terkini, dan terhubung. Mereka yang tidak melakukannya beresiko untuk benar-benar hilang dari percakapan.
Pendapat yang diutarakan dalam tulisan opini di Fortune.com adalah semata-mata pandangan dari penulisnya dan tidak selalu mencerminkan pendapat dan keyakinan Fortune.