Selasa, 21 Oktober 2025 – 14:00 WIB
Dunia sedang bergerak menuju era energi bersih. Saat cadangan minyak bumi semakin menipis dan dampak perubahan iklim makin terasa, bahan bakar nabati seperti bioetanol mulai dapat perhatian besar sebagai solusi untuk masa depan.
Baca Juga:
Mandatori Bioetanol E10 Dimulai 2027, Bahlil Ungkap Urgensi Bangun Pabrik Skala Besar
Peneliti Teknik Pangan dari Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Bandung, Ronny Purwadi, menjelaskan bahwa bioetanol bukan lah hal baru dalam sejarah otomotif.
“Jauh sebelum bensin mendominasi, mobil Ford T yang diproduksi dari tahun 1908 sampai 1927 sebenarnya sudah pakai etanol sebagai bahan bakar,” ujarnya dalam sebuah diskusi di Jakarta, seperti dikutip VIVA Otomotif pada Senin, 20 Oktober 2025.
Baca Juga:
Menteri Kehutanan dan Pertamina NRE Dorong Program Aren Nasional untuk Pengembangan Bioetanol Indonesia
Bioetanol sendiri adalah etanol yang dihasilkan dari biomassa, contohnya tebu, singkong, sorgum, atau limbah pertanian. Proses pembuatannya dilakukan lewat fermentasi dan pemurnian hingga menghasilkan cairan beroktan tinggi yang cocok untuk mesin bensin.
Baca Juga:
Strategi Toyota di Tengah Melemahnya Pasar Otomotif Indonesia
Dengan nilai Research Octane Number (RON) yang mencapai 108 sampai 113, bioetanol mampu memberikan pembakaran yang lebih sempurna dan emisi karbon yang lebih rendah dibandingkan bensin biasa.
Menurut Ronny, potensi bahan baku untuk bioetanol di Indonesia sangat besar. Negara kita punya sumber daya yang melimpah, mulai dari molase tebu yang bisa menghasilkan sekitar 250 liter etanol per ton, hingga singkong yang menghasilkan sekitar 180 liter per ton.
Sementara di luar negeri, Brasil menggunakan nira tebu, Amerika Serikat mengandalkan jagung, dan Eropa memproduksi etanol dari gandum atau kentang.
Pemerintah Indonesia sendiri punya target untuk penggunaan BBM E10, yaitu campuran 10 persen etanol dengan 90 persen bensin, sebagai langkah awal untuk mengurangi impor bahan bakar dan menekan emisi gas rumah kaca.
Dalam penelitian ITB tahun 2023, penggunaan campuran E20 terbukti bisa menurunkan emisi karbon monoksida sampai 22 persen dan juga meningkatkan efisiensi mesin sekitar lima persen.
Di tingkat global, Brasil adalah contoh sukses penerapan etanol sebagai bahan bakar utama. Lebih dari 80 persen kendaraan di sana sudah menggunakan teknologi flexy-fuel, yang memungkinkan penggunaan etanol murni ataupun campuran.
India dan Thailand juga mulai kembangkan program serupa dengan dukungan dari pemerintah dan insentif untuk para petani bahan baku.
Halaman Selanjutnya
Ronny menilai bahwa kunci keberhasilan pengembangan bioetanol di Indonesia ada pada kolaborasi lintas sektor. “Yang penting adalah insentif, kesiapan industri, dan rantai pasok yang terintegrasi antara sektor pertanian dan energi,” tuturnya.