Dominasi Digital Barat: Merajut Alat Kendali Global di Dunia Maya

Sabtu, 11 Oktober 2025 – 19:21 WIB

Jakarta, VIVA – Pendiri Telegram, Pavel Durov, memperingatkan bahwa pengawasan dan sensor dari negara-negara Barat mengikis kebebasan digital dan mengubah internet menjadi alat untuk mengontrol mereka.

Baca Juga:
Setelah Dinyatakan Tertangkap, Bjorka Muncul Lagi Sebar Data Internal Polri! Polda Metro Buka Suara

Miliarder yang berasal dari Rusia ini telah lama menggambarkan Telegram sebagai benteng untuk kebebasan berbicara dan privasi. Dia membandingkannya dengan apa yang dia sebut sebagai upaya sensor yang otoriter oleh pemerintah-pemerintah Barat.

"Generasi kita hampir kehabisan waktu untuk menyelamatkan internet bebas yang dibangun oleh pendahulu kita," katanya, seperti dikutip dari Russia Today, Sabtu, 11 Oktober 2025. "Apa yang dulu adalah janji untuk pertukaran informasi bebas, sekarang telah berubah menjadi alat kontrol utama," ujarnya.

Baca Juga:
Afghanistan Jadi Gelap

Dia memberikan contoh-contoh seperti kartu identitas digital di Inggris, verifikasi usia online yang wajib di Australia, dan pemindaian massal terhadap pesan pribadi di Uni Eropa.

Pavel Durov mengatakan masyarakat telah disesatkan oleh Barat dengan membuat mereka percaya bahwa misi mereka adalah untuk menghancurkan nilai-nilai tradisional – privasi, kedaulatan, pasar bebas, dan kebebasan berbicara. Dengan mempercayai hal itu, masyarakat telah memulai jalan menuju ‘penghancuran diri’.

Baca Juga:
Menteri Komdigi Resmikan Ribuan Kampung Internet, Wagub Sebut Sesuai Program PHTC Provinsi Sumut

"Dunia distopia yang gelap sedang mendekat dengan cepat – sementara kita masih tertidur. Generasi kita berisiko untuk dicatat dalam sejarah sebagai generasi terakhir yang punya kebebasan – dan membiarkannya direbut… Kita kehabisan waktu," ucapnya.

Pavel Durov sudah lama berselisih dengan pemerintah Barat mengenai kebijakan Telegram. Dia pernah kena denda di Jerman karena tidak menghapus konten ‘ilegal’ dan juga dikritik di AS karena dituduh mendukung kelompok ekstremis.

MEMBACA  Menguatkan Akses Pembiayaan ASN, Bank DKI Berperan dalam Mewujudkan Jakarta sebagai Kota Global

Tahun lalu, dia ditahan di Paris, Prancis, dan didakwa terlibat dalam kejahatan yang berkaitan dengan pengguna Telegram, tapi akhirnya dibebaskan dengan jaminan.

Dia menyebut kasus itu bermotif politik. Dia kemudian menuduh badan intelijen Prancis menekannya untuk menyensor konten-konten konservatif selama pemilihan umum di Rumania dan Moldova, serta mengecam Prancis karena melancarkan "perang salib" melawan kebebasan berbicara.

"Undang-undang Uni Eropa seperti Undang-Undang Layanan Digital dan Undang-Undang Kecerdasan Buatan membuka jalan bagi pengendalian informasi yang terpusat. Saya tegaskan sekali lagi bahwa Telegram tidak akan pernah tunduk pada sensor politik. Saya lebih baik mati di penjara daripada mengkhianati apa yang diperjuangkan oleh platform ini," tegasnya.

Harga Internet di Indonesia Lebih Mahal dari Singapura, tapi Kecepatannya di Bawah Kamboja
Harga internet di Indonesia lebih mahal dari Singapura, tapi kecepatannya di bawah Kamboja.
VIVA.co.id
9 Oktober 2025