Pangeran Antasari Wafat, Menyulut Semangat Perlawanan Tak Terkalahkan

Sabtu, 11 Oktober 2025 – 07:00 WIB

Jakarta, VIVA – Tanggal 11 Oktober bukan hari biasa bagi masyarakat Kalimantan Selatan. Tanggal ini menyimpan kenangan pahit sekaligus heroik, yaitu gugurnya Pangeran Antasari.

Baca Juga :
Mengapa G30S PKI Bisa Terjadi? Begini Penjelasan Sejarahnya

Pangeran Antasari, yang merupakan seorang Sultan Banjar, lebih memilih mati dalam perjuangan daripada menyerah kepada kekuasaan kolonial Belanda. Tepat 163 tahun yang lalu, sang pahlawan meninggal dunia, mewariskan semangat perlawanan yang abadi.

Baca Juga :
Resmi! Christian Horner Tinggalkan Red Bull Racing Setelah 20 Tahun

Awal Mula Perang Banjar dan Penolakan Terhadap Belanda

Pangeran Antasari, lahir sekitar tahun 1797 (ada juga yang bilang 1809), adalah salah satu pemimpin Kesultanan Banjar.

Baca Juga :
Chevrolet Suburban, Mobil Jenis SUV dengan Sejarah Panjang yang Masih Populer hingga Kini!

Menurut sumber dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta dokumen penetapan Pahlawan Nasional tahun 1968, konflik besar pecah pada 1859, dikenal sebagai Perang Banjar. Perang ini terjadi karena campur tangan Belanda dalam urusan dalam negeri kerajaan dan eksploitasi sumber daya alam, terutama tambang batu bara.

Belanda menyingkirkan Sultan Hidayatullah II, pewaris takhta yang sah, dan mengangkat Pangeran Tamjidullah sebagai Sultan yang pro-Belanda. Keputusan sepihak ini membuat marah rakyat dan bangsawan yang dipimpin Pangeran Antasari. Beliau kemudian memimpin serangan besar-besaran pada 18 April 1859 ke pos-pos Belanda.

Panembahan Gelar Amiruddin Khalifatul Mukminin

Perjuangan Antasari bertujuan untuk pembebasan total dari penjajahan. Ia menyatukan berbagai kelompok masyarakat, dari bangsawan, ulama, sampai suku Dayak di pedalaman, untuk berjuang bersama.

Pada 14 Maret 1862, di tengah Perang Banjar, Pangeran Antasari dinobatkan sebagai pemimpin tertinggi agama dan pemerintahan Kesultanan Banjar. Gelarnya adalah Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin. Gelar ini menegaskan bahwa perjuangannya adalah perjuangan suci (jihad) untuk mempertahankan kedaulatan Banjar dan Islam dari penjajah.

MEMBACA  Rubio Berkata Mereka yang Mengakui Negara Palestina 'Bahkan Tak Tahu Letaknya'

Wafat di Tengah Medan Perang

Meski semangat juang tetap membara, kondisi fisik Pangeran Antasari mulai melemah. Keadaan hutan dan medan perang yang sulit membuat kesehatannya menurun. Setelah pertempuran sengit di daerah Tundakan, kesehatannya memburuk.

Pangeran Antasari dilaporkan menderita sakit paru-paru dan cacar. Meski tahu ajalnya mendekat, ia tetap menolak untuk menyerah. Tepat pada 11 Oktober 1862, Pangeran Antasari menghembuskan napas terakhirnya di Kampung Bayan Begok, Sampirang (sekarang wilayah Murung Raya, Kalimantan Tengah).

Halaman Selanjutnya

Beliau gugur di tengah pasukannya, menjadi simbol perlawanan seorang pemimpin yang tidak pernah tertangkap atau terpengaruh bujukan Belanda, sampai akhir hayatnya.