Proses Identifikasi Korban Runtuhnya Ponpes Al Khoziny Tersendat

SIDOARJO – Kepala BNPB, Letjen TNI Suharyanto, menyampaikan bahwa proses identifikasi korban yang tertimpa musibah runtuhnya Pondok Pesantren Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur menghadapi kesulitan yang cukup besar. Hal ini disebabkan karena kebanyakan dari korban masih anak-anak, sehingga dokumen identitas penting seperti KTP dan sidik jari belum mereka miliki.

“Identifikasi ini memang butuh waktu, tidak semudah mengidentifikasi korban dewasa. Sebab, korban disini merupakan anak-anak yang masih kecil, bahkan belum mencapai usia akil baligh dalam ajaran Islam. Jadi, tentu saja data seperti sidik jari dan KTP belum ada,” jelas Suharyanto dalam konferensi pers pada Sabtu (4/10/2025).

Meski begitu, Suharyanto menekankan bahwa Tim DVI dan Inafis Polri sedang bekerja sebaik mungkin untuk mempercepat proses identifikasi tersebut. Dia menyatakan tidak ada kendala teknis yang serius, hanya saja proses ini memerlukan waktu dan ketelitian yang tinggi.

“Saya yakin tim DVI dan Inafis akan berusaha semaksimal mungkin agar identifikasi ini bisa dilakukan secepat dan sejelas mungkin. Memang ini cuman butuh waktu, sebenarnya tidak ada kesulitan berarti,” tambahnya.

Dari sisi sumber daya, Suharyanto menjelasakan bahwa penanganan sudah berjalan optimal. Tim gabungan bekerja selama 24 jam nonstop dengan dukungan alat berat yang telah disiagakan sejak awal. Namun, dia mengingatkan bahwa proses ini tidak dapat diselesaikan secara instan.

“Untuk personel, tidak pernah ada kekurangan, mereka bekerja 24 jam. Alat berat juga sudah dikerahkan semua. Tentu saja prosesnya tidak seperti membalikkan telapak tangan, atau seperti dalam cerita Bandung Bondowoso yang bisa selesai dalam satu hari,” pungkasnya.

MEMBACA  Indonesia Bidik Duet Belanda untuk Laga September di Tengah Proses Naturalisasi