Korban Tunggal pun Sudah Menjadi Alarm

Senin, 29 September 2025 – 11:46 WIB

Jakarta, VIVA – Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, mengapresiasi langkah cepat pemerintah dalam menutup sementara Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang bermasalah. Hal ini terjadi karena maraknya kasus keracunan massal setelah menyantap menu Makan Bergizi Gratis (MBG).

Baca Juga :


Kumpulkan Menteri di Kertanegara, Prabowo Bahas Evaluasi Program MBG

Menurut dia, kasus ini harus jadi momentum untuk membangun sistem yang lebih kuat dan akuntabel.

“Penutupan dapur yang bermasalah adalah langkah yang tepat, tapi bukan solusi akhir. Perbaikan harus dilakukan di hulu,” kata Edy dalam keterangannya, Senin, 29 September 2025.

Baca Juga :


Program MBG di SMAN 1 Kedungwaru Dihentikan Sepihak, Operasional SPPG Tutup

Para korban keracunan hidangan soto menu MBG dirawat di Puskesmas

Selain itu, Edy menilai sertifikat laik higienis dan sanitasi (SLHS) wajib dimiliki setiap dapur MBG. Menurutnya, SLHS adalah standar mutlak untuk mencegah kasus keracunan pangan.

Baca Juga :


Prabowo Panggil Sejumlah Menteri ke Kertanegara Minggu Malam, Bahas Evaluasi MBG

“Tanpa standar dasar ini, risiko keracunan akan selalu menghantui penerima manfaat MBG,” katanya.

Politikus PDI Perjuangan (PDIP) itu menekankan bahwa pengawasan tidak boleh berhenti hanya pada pemberian izin saja. Proses pemilihan bahan makanan, cara pengolahan, hingga pendistribusian harus diawasi dengan ketat.

Artinya, lanjut dia, seluruh proses sampai makanan diterima oleh penerima manfaat MBG, harus diawasi.

Edy menyebutkan pengawasan ini bisa tercapai jika Kementerian Kesehatan, melalui puskesmas dan dinas kesehatan, bekerja sama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Puskesmas dan dinas kesehatan memiliki infrastruktur yang lengkap di daerah.

“Selama kementerian dan lembaga ini berjalan sendiri-sendiri. BGN lebih mengejar kuantitas SPPG daripada kualitas. Ini berbahaya. Tanpa keterlibatan penuh pemerintah daerah, Kemenkes, dan BPOM, standar keamanan pangan tidak mungkin bisa dijaga,” kata Edy.

MEMBACA  Wakil Menteri Perdagangan Jerry Mengumumkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 untuk Melindungi Industri Tekstil Nasional.

Menurutnya, agar kerja sama lintas lembaga berjalan efektif, diperlukan payung hukum yang jelas. Peraturan Presiden atau Instruksi Presiden harus segera diterbitkan sebagai dasar untuk koordinasi dan pengawasan yang terpadu.

“BGN tidak bisa berjalan sendirian. Presiden harus memastikan bahwa Kemenkes dan BPOM masuk ke dalam sistem sejak awal. Dengan begitu, standar mutu tidak hanya ditulis di atas kertas, tapi benar-benar dijalankan di lapangan,” ujarnya.

Edy juga menyoroti lemahnya komunikasi publik BGN dalam menangani kasus keracunan ini. Menurutnya, pernyataan yang meremehkan jumlah korban justru menyakiti perasaan masyarakat.

Program Makanan Bergizi Gratis (MBG).

“Tidak ada kata ‘hanya’ dalam urusan keracunan makanan. Ini menyangkut nyawa dan kesehatan anak-anak kita. Satu korban saja sudah cukup menjadi peringatan. Pemerintah harus belajar berkomunikasi dengan empati dan tanggung jawab,” katanya.

Edy menegaskan bahwa MBG adalah program besar dengan harapan yang besar pula. Namun, tanpa perbaikan sistem di hulu, pengawasan yang terpadu, dan komunikasi publik yang tepat, program ini akan terus dihantui oleh berbagai masalah.

Halaman Selanjutnya

“Selama kementerian dan lembaga ini jalan sendiri-sendiri ini. BGN lebih mengejar kuantitas SPPG ketimbang kualitas. Ini berbahaya. Tanpa keterlibatan penuh pemerintah daerah, Kemenkes, dan BPOM, standar keamanan pangan tidak mungkin dijaga,” kata Edy.