Industri Padel Terkontraksi, Banyak Arena Bertransformasi Jadi Gudang

Sabtu, 27 September 2025 – 00:14 WIB

Jakarta, VIVA – Olahraga padel pernah jadi fenomena global yang narik perhatian banyak investor dan penggemar olahraga. Kepopulerannya naik banget pas pandemi, terutama di negara-negara yang punya tradisi tenis kuat kayak Swedia.

Baca Juga:
Bikin Kawasan Hunian Inklusif dan Berkelanjutan, PP Properti Tambah Fasilitas di GKL

Tapi, tren ini sekarang ngasih peringatan serius buat para pelaku usaha dan investor di sektor olahraga. Yang awalnya keliatan kayak peluang emas, sekarang diprediksi bakal runtuh karena ekspansi yang kebanyakan, biaya operasional naik, dan minat masyarakat yang menurun.

Seperti yang diketahui, Swedia jadi salah satu negara pertama yang ngadopsi padel secara besar-besaran. Tapi, sekarang mereka harus hadapi kenyataan pahit, karena banyak lapangan padel yang ditutup, perusahaan bangkrut, bahkan beberapa fasilitas olahraga berubah jadi gudang atau toko kebutuhan sehari-hari.

Baca Juga:
Tasya Farasya Akui Padel Ubah Hidupnya di Tengah Perceraian: Bener-bener Healing Therapy

Menurut Strait Times, Sabtu, 28 September 2025, data tunjukin hampir 90 perusahaan yang terkait padel di Swedia bangkrut di tahun 2023, kata lembaga kredit Creditsafe. Ribuan lapangan juga ditutup karena kompetisi yang berlebihan, inflasi tinggi, dan minat dari kelas menengah yang berkurang.

“Banyak banget hal yang salah,” kata Andreas Ehrnvall, seorang veteran padel di Swedia. “Negara ini cepat banget berubah dari cuma punya 300 lapangan padel jadi 3.500. Itu sama sekali ga bisa dipertahankan.”

Baca Juga:
Detik-detik Menteri Kesehatan Swedia Ambruk saat Jumpa Pers Perdana

Padel, yang biasanya dimainkan ganda di lapangan ukuran 20 x 10 meter dengan dinding kaca, awalnya dianggap cocok buat Swedia karena tradisi tenisnya kuat. Investor pun pada berdatangan, termasuk grup ekuitas Triton Partners dan bintang sepak bola Zlatan Ibrahimovic.

MEMBACA  Seberapa Banyak Uang Tunai yang Benar-Benar Disimpan oleh Miliarder?

Tapi, ledakan jumlah lapangan antara 2018 sampe 2021 malah bikin masalah baru. Ehrnvall, mantan petenis profesional yang bawa padel ke Swedia, udah liat tanda-tanda bahaya dari awal.

“Dalam satu tahun, Uppsala berubah dari cuma punya 14 lapangan jadi 100 lapangan,” ujarnya. “Menurut saya, di kota sekecil Uppsala, dengan sekitar 200.000 penduduk, cuma ada ruang untuk maksimal 20 lapangan.”

Sekarang, penutupan fasilitas terjadi dengan cepat. We Are Padel, yang penting dari investasi Triton, nutup sekitar 50 klub dan cuma sisa 13. Perusahaan itu ncatat kerugian 716 juta krona Swedia (sekitar US$87,2 juta atau setara Rp1,45 triliun) pada 2022. PDL United, yang didukung Coeli Private Equity, juga bangkrut.

Beberapa fasilitas padel sekarang difungsikan ulang. Di Vasteras, 100 km barat Stockholm, bekas pusat padel berubah jadi supermarket Willys milik Axfood AB. Ada juga yang dipake jadi gudang untuk panel surya dan ban mobil.

Walaupun industri padel di Swedia menciut, prospek global olahraga ini masih dianggap cerah. Deloitte perkirakan ekosistem padel sekarang nilainya sekitar €2 miliar (setara Rp39,1 triliun) dan bisa nyampe €4 miliar (setara Rp78,3 triliun) pada 2026, seiring proyeksi jumlah lapangan di dunia yang bakal naik dua kali lipat jadi 85.000.

Beberapa pengusaha Swedia juga masih optimis. Martin Lorentzon, pendiri Spotify, dukung pembukaan pusat padel di Canary Wharf, London, akhir Agustus lalu. Inggris diprediksi jadi pasar potensial. Triton’s LeDap juga mulai masuk ke Amerika Serikat, meskipun di sana pickleball lebih populer.

Halaman Selanjutnya
Source : Ayo Indonesia