New York (ANTARA) – Presiden Prabowo Subianto berbicara pada hari Selasa di Sidang Debat Umum Majelis Umum PBB ke-80.
Berikut adalah teks lengkap pidato yang disampaikan oleh Presiden Prabowo:
Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Shalom, Salve, Om swastiastu,
Salam kebajikan, Rahayu.
Yang Terhormat, Bapak Antonio Guterres, Sekretaris Jenderal PBB. Yang Terhormat, Ibu Annalena Baerbock, Presiden Majelis Umum PBB. Yang Terhormat, Bapak Morses Abelian, Under-Secretary-General untuk Majelis Umum dan Manajemen. Yang Terhormat Para Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, Delegasi yang Terhormat, Hadirin sekalian,
Merupakan suatu kehormatan besar untuk berdiri di Aula Majelis Umum yang terhormat ini, di antara para pemimpin yang mewakili hampir seluruh umat manusia.
Kita berbeda dalam ras, agama, dan kebangsaan, namun kita berkumpul bersama sebagai satu keluarga manusia.
Kita berada di sini pertama dan terutama sebagai sesama manusia — masing-masing diciptakan setara, dianugerahi hak yang tidak dapat dicabut untuk hidup, kebebasan, dan mengejar kebahagiaan.
Kata-kata dari Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat telah menginspirasi gerakan demokrasi di seluruh benua — termasuk Revolusi Perancis, Revolusi Rusia, revolusi-revolusi Meksiko, Revolusi China, dan perjuangan serta perjalanan Indonesia sendiri menuju kebebasan.
Itu juga melahirkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang diadopsi oleh PBB pada tahun 1948.
“Semua orang diciptakan setara” adalah keyakinan yang membuka jalan menuju kemakmuran dan martabat global yang belum pernah terjadi sebelumnya. Namun, di era kita sendiri yang penuh dengan kemenangan ilmu pengetahuan dan teknologi — era yang mampu mengakhiri kelaparan, kemiskinan, dan kerusakan lingkungan — kita juga terus menghadapi bahaya, tantangan, dan ketidakpastian yang serius pada masa kini.
Kebodohan manusia, yang didorong oleh ketakutan, rasisme, kebencian, penindasan, dan apartheid, mengancam masa depan kita bersama. Negara saya mengenal rasa sakit ini. Selama berabad-abad, orang Indonesia hidup di bawah dominasi, penindasan, dan perbudakan kolonial. Kami diperlakukan lebih buruk dari anjing di tanah air kami sendiri.
Kami orang Indonesia tahu apa artinya diingkari keadilan dan apa artinya hidup dalam apartheid, hidup dalam kemiskinan, dan diingkari kesempatan yang sama.
Kami juga tahu apa yang dapat dilakukan oleh solidaritas.
Dalam perjuangan kami untuk kemerdekaan, dalam pertarungan kami untuk mengatasi kelaparan, penyakit, dan kemiskinan, Perserikatan Bangsa-Bangsa berdiri bersama Indonesia dan memberikan kami bantuan vital.
Keputusan yang dibuat di sini berdasarkan solidaritas kemanusiaan — oleh Dewan Keamanan dan Majelis ini — memberikan Indonesia legitimasi internasional, membuka pintu, dan mendukung perkembangan awal kami melalui UNICEF, FAO, WHO, dan banyak, banyak lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa lainnya.
Dan karena itu, Indonesia hari ini berdiri di ambang kemakmuran bersama serta kesetaraan dan martabat yang lebih besar.
Ibu Presiden, Yang Terhormat sekalian,
Dunia kita digerakkan oleh konflik, ketidakadilan, dan ketidakpastian yang mendalam.
Setiap hari kita menyaksikan penderitaan, genosida, dan pengabaian terang-terangan terhadap hukum internasional dan kepantasan manusia.
Menghadapi tantangan ini, kita tidak boleh menyerah, seperti yang dikatakan Sekjen PBB, “kita tidak boleh menyerah”. Kita tidak boleh menyerahkan harapan atau cita-cita kita. Kita harus lebih mendekat, bukan menjauh. Bersama-sama kita harus berusaha untuk mencapai harapan dan impian kita.
PBB lahir dari reruntuhan Perang Dunia Kedua yang merenggut puluhan juta jiwa. Ia diciptakan untuk menjamin perdamaian, keamanan, keadilan, dan kebebasan bagi semua.
Kami tetap berkomitmen pada internasionalisme, multilateralisme, dan pada setiap upaya yang memperkuat institusi besar ini.
Hari ini, Indonesia lebih dekat dari sebelumnya untuk memenuhi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dalam mengakhiri kemiskinan dan kelaparan ekstrem — karena bertahun-tahun yang lalu ruang sidang ini memilih untuk mendengarkan dan menjunjung tinggi keadilan sosial dan ekonomi. Kami tidak akan pernah lupa.
Dan hari ini kita tidak boleh diam sementara Palestina diingkari keadilan dan legitimasi yang sama di Aula ini juga.
Yang Terhormat, Thucydides memperingatkan: “Yang kuat melakukan apa yang mereka bisa, yang lemah menderita apa yang harus mereka jalani.” Kita harus menolak doktrin ini. PBB ada untuk menolak doktrin ini. Kita harus membela semua, yang kuat dan yang lemah. Yang benar tidak bisa menjadi benar. Yang benar harus menjadi benar.
Indonesia hari ini adalah salah satu kontributor terbesar untuk Pasukan Penjaga Perdamaian PBB. Kami percaya pada PBB, kami akan terus melayani di mana perdamaian membutuhkan penjaga — bukan hanya dengan kata-kata, tetapi dengan kehadiran di lapangan.
Jika dan ketika Dewan Keamanan dan Majelis Agung ini memutuskan, Indonesia siap untuk mengerahkan 20.000 atau bahkan lebih putra-putri kami untuk mengamankan perdamaian di Gaza atau di tempat lain, di Ukraina, di Sudan, di Libya, di mana pun ketika perdamaian perlu ditegakkan, perdamaian perlu dijaga, kami siap.
Kami akan mengambil bagian dari beban tersebut, tidak hanya dengan putra-putri kami. Kami juga bersedia berkontribusi secara finansial untuk mendukung misi besar PBB dalam mencapai perdamaian.
Ibu Presiden, Yang Terhormat sekalian,
Saya mengusulkan kepada majelis ini pesan harapan dan optimisme — yang didasarkan pada tindakan dan pelaksanaan. Hari ini kami mendengar pidato Ibu Presiden, Presiden Majelis Umum PBB. Benar apa yang beliau katakan. Tanpa Organisasi Penerbangan Sipil Internasional, akankah kita berada di sini hari ini? Akankah kita duduk di Aula yang hebat ini? Tanpa PBB, kita tidak bisa merasa aman. Tidak ada negara yang bisa merasa aman. Kita membutuhkan PBB, dan Indonesia akan terus mendukung PBB. Meskipun kami masih berjuang, tapi, kami tahu dunia membutuhkan PBB yang kuat.
Populasi dunia terus bertambah. Planet kita di bawah tekanan. Kerawanan pangan, energi, dan air menghantui banyak bangsa. Kami memilih untuk menjawab tantangan ini secara langsung di dalam negeri dan membantu di luar negeri kapan pun kami bisa.
Tahun ini, kami mencatat produksi beras dan cadangan pangan tertinggi dalam sejarah kami. Kami sekarang mandiri dalam beras dan kami telah mengekspor beras ke negara-negara lain yang membutuhkan, termasuk memberikan beras ke Palestina.
Kami membangun rantai pasokan pangan yang tangguh, memperkuat produktivitas petani, dan berinvestasi dalam pertanian yang cerdas iklim untuk memastikan ketahanan pangan bagi anak-anak kami dan anak-anak dunia. Kami yakin, dalam beberapa tahun ke depan, Indonesia akan menjadi lumbung pangan dunia.
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, kami bersaksi di hadapan Anda bahwa kami sudah mengalami akibat langsung dari perubahan iklim, khususnya ancaman kenaikan permukaan laut. Permukaan laut di pantai utara ibu kota kami meningkat 5 sentimeter setiap tahunnya. Bisakah Anda bayangkan dalam sepuluh tahun? Dalam dua puluh tahun?
Untuk ini, kami terpaksa membangun tanggul laut raksasa, sepanjang 480 kilometer. Mungkin butuh waktu 20 tahun, tapi kami tidak punya pilihan. Kami harus mulai sekarang. Oleh karena itu kami memilih untuk menghadapi perubahan iklim — bukan dengan slogan, tetapi dengan langkah-langkah segera.
Kami berkomitmen untuk memenuhi kewajiban Perjanjian Paris 2015 kami. Kami bertujuan untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060 dan kami yakin dapat mencapainya lebih awal. Kami bertujuan untuk mereboisasi lebih dari 12 juta hektar lahan terdegradasi, mengurangi degradasi hutan, dan memberdayakan komunitas lokal dengan lapangan kerja hijau yang berkualitas untuk masa depan.
Indonesia beralih secara decisif dari pembangunan berbahan bakar fosil menuju pembangunan berbasis energi terbarukan. Mulai tahun depan, sebagian besar tambahan kapasitas pembangkit listrik kami akan berasal dari energi terbarukan.
Tujuan kami jelas: Mengangkat semua warga kami dari kemiskinan dan menjadikan Indonesia sebagai pusat solusi untuk ketahanan pangan, energi, dan air.
Ibu Presiden, Yang Terhormat sekalian,
Kita hidup di masa ketika kebencian dan kekerasan bisa terlihat seperti suara yang paling keras. Tapi di bawah suara keras ini terdapat kebenaran yang lebih tenang: bahwa setiap orang ingin menjadi aman, dihormati, dicintai, dan meninggalkan dunia yang lebih baik untuk anak-anak mereka.
Anak-anak kita sedang memperhatikan. Mereka belajar kepemimpinan bukan dari buku teks, tetapi dari pilihan kita.
Hari ini, situasi katastropik di Gaza masih terjadi di depan mata kita. Pada saat ini juga, orang-orang tak berdosa menangis minta tolong, menangis untuk diselamatkan. Siapa yang akan menyelamatkan mereka? Siapa yang akan menyelamatkan orang yang tak berdosa? Siapa yang akan menyelamatkan orang tua dan para perempuan? Jutaan menghadapi bahaya pada saat ini juga, saat kita duduk di sini, mereka menghadapi trauma, dan kerusakan tubuh yang tidak dapat diperbaiki, mereka mati kelaparan.
Bisakah kita tetap diam? Akankah tidak ada jawaban untuk teriakan mereka? Akankah kita mengajarkan pada mereka bahwa keluarga manusia dapat menjawab tantangan?
Ibu Presiden, kita harus bertindak sekarang. Banyak pembicara yang telah mengatakan itu. Kita harus berdiri untuk tatanan multilateral di mana perdamaian, kemakmuran, dan kemajuan, bukanlah hak istimewa segelintir orang tetapi hak semua.
Dengan PBB yang kuat, kita dapat membangun dunia di mana yang lemah tidak menderita apa yang harus mereka jalani, tetapi hidup dalam keadilan yang mereka pantas dapatkan.
Mari kita lanjutkan perjalanan besar kemanusiaan menuju cita-cita — aspirasi tanpa pamrih yang menciptakan PBB.
Mari kita gunakan sains untuk meninggikan, bukan untuk menghancurkan. Mari bangsa-bangsa yang bangkit membantu yang lain untuk membangun diri mereka sendiri.
Saya yakin bahwa para pemimpin dari peradaban dunia yang besar: Peradaban Barat, Timur, Utara, Selatan. Pemimpin Amerika, Eropa, India, China, dunia Islam, seluruh dunia. Saya yakin mereka akan menjawab peran yang dituntut oleh sejarah.
Kita semua berharap bahwa para pemimpin dunia akan menunjukkan kebesaran sebagai negarawan, kebijaksanaan, pengekangan, dan kerendahan hati, mengatasi kebencian, mengatasi kecurigaan.
Ibu Presiden, Delegasi yang Terhormat,
Kami sangat bersemangat oleh peristiwa beberapa hari terakhir, di mana negara-negara pemimpin penting dunia telah memilih untuk berpihak pada sejarah — jalan moral tinggi, jalan kebenaran, jalan keadilan, kemanusiaan, dan untuk menjauhi kebencian, untuk mengatasi kecurigaan, dan untuk menghindari penggunaan kekerasan.
Penggunaan kekerasan akan melahirkan kekerasan. Tidak ada satu negara pun yang dapat menggertak seluruh komunitas keluarga manusia. Kami mungkin lemah secara individual, tetapi rasa penindasan, ketidakadilan, telah terbukti dalam sejarah umat manusia, akan bersatu dengan kekuatan yang kuat yang akan mengatasi penindasan dan ketidakadilan ini.
Untuk menutup, saya ingin mengulangi sekali lagi dukungan penuh Indonesia untuk Solusi Dua Negara di Palestina. Kita harus memiliki Palestina yang merdeka, tetapi kita juga harus mengakui dan menjamin keselamatan dan keamanan Israel. Hanya dengan demikian kita dapat memiliki perdamaian yang sejati: perdamaian tanpa benci, perdamaian tanpa curiga.
Satu-satunya solusi adalah solusi dua negara ini. Dua keturunan Abraham harus hidup dalam rekonsiliasi, damai, dan harmoni. Arab, Yahudi, Muslim, Kristen, Hindu, Buddha, semua agama. Kita harus hidup sebagai satu keluarga manusia. Indonesia berkomitmen untuk menjadi bagian dari mewujudkan visi ini.
Apakah ini mimpi? Mungkin. Tapi ini adalah mimpi indah yang harus kita wujudkan bersama. Mari kita lanjutkan perjalanan harapan umat manusia, perjalanan yang dimulai oleh leluhur kita, perjalanan yang harus kita selesaikan.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Shalom, Om shanti shanti shanti om.
Namo Budaya.
Terima kasih banyak.
Semoga Tuhan memberkati kita semua, semoga damai menyertai kita.
Terima kasih banyak.
Reporter: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Yuni Arisandy Sinaga
Copyright © ANTARA 2025