Saat pencari kerja kesulitan mencari karir yang tidak digantikan oleh AI, OpenAI meluncurkan platform pekerjaan bertenaga AI. Platform ini akan menyocokkan perusahaan dengan kandidat yang punya keahlian AI.
Platform "OpenAI Jobs" akan pakai AI untuk bantu kandidat yang memenuhi syarar cocok dengan perusahaan. Tujuannya untuk mengurangi gangguan lapangan kerja yang disebabkan oleh teknologi AI sendiri, termasuk ChatGPT.
Posting blognya tidak mengonfirmasi kapan platformnya akan diluncurkan. Tapi seorang juru bicara bilang ke TechCrunch bahwa platformnya mungkin siap pertengahan 2026.
"Pekerjaan akan terlihat berbeda, perusahaan harus beradaptasi, dan kita semua—dari pekerja shift sampai CEO—harus belajar cara kerja yang baru," tulis CEO aplikasi OpenAI Fidji Simo dalam posting blog.
Selain mengembangkan pesaing LinkedIn, OpenAI juga meluncurkan program sertifikasi baru. Program ini untuk bantu pekerja membangun "kefasihan AI" dan menggunakan AI lebih baik di pekerjaan mereka. Perusahaan bermitra dengan raksasa korporat seperti Walmart dan John Deere. Targetnya, pada 2030 mereka ingin mensertifikasi 10 juta orang Amerika.
"Di OpenAI, kami tidak bisa menghilangkan gangguan itu," tambah Simo. "Tapi yang bisa kami lakukan adalah membantu lebih banyak orang menjadi fasih dalam AI dan menghubungkan mereka dengan perusahaan yang membutuhkan keahlian mereka."
Pergeseran pasar tenaga kerja AI sangat mempengaruhi Gen Z
Misi OpenAI untuk pencari kerja menjadi mendesak bagi lulusan baru. Mereka menghadapi kenyataan yang semakin sulit: AI sedang menggantikan peran-peran junior yang mereka butuhkan untuk memulai karir.
Pekerja usia awal karir (22-25 tahun) di pekerjaan yang paling terpapar otomatisasi AI, seperti pengembangan perangkat lunak dan layanan pelanggan, telah melihat penurunan tajam dalam pekerjaan. Hal ini menurut temuan dari Stanford University’s Digital Economy Lab.
Di waktu yang sama, CEO-CEO mengakui bahwa mereka memotong banyak pekerjaan dan menggantikannya dengan agen AI. Marc Benioff mengatakan Salesforce telah memotong sekitar 4.000 peran layanan pelanggan. Mereka sekarang "butuh lebih sedikit kepala" karena agen AI bisa menangani lebih dari satu juta percakapan konsumen.
"Aku bisa menyeimbangkan kembali jumlah karyawan di divisi dukungan," kata Marc Benioff, CEO perusahaan perangkat lunak komputer senilai $248 miliar. "Aku telah menguranginya dari 9.000 kepala menjadi sekitar 5.000 karena aku butuh lebih sedikit kepala."
Raksasa teknologi lain di Silicon Valley juga telah mengurangi tenaga kerja mereka karena AI. CEO Klarna Sebastian Siemiatkowski mengatakan kepada CNBC tahun ini bahwa perusahaannya telah menyusutkan tenaga kerjanya sekitar 40%, sebagian karena investasi mereka dalam AI.
"Yang benar adalah, perusahaan telah menyusut dari sekitar 5.000 hingga sekarang hampir 3.000 karyawan," katanya.
Di sisi lain, anggota lain dari jajaran eksekutif OpenAI (C-Suite) menyatakan optimisme terhadap Gen Z yang mengadopsi AI di dunia kerja.
CEO-nya, Sam Altman, mengatakan bahwa bagi orang muda yang memasuki pasar kerja, ini sebenarnya "waktu yang paling menarik untuk memulai karir, mungkin yang pernah ada."
"Aku pikir [seorang] berusia 25 tahun di Mumbai mungkin bisa melakukan lebih banyak hal daripada yang bisa dilakukan oleh siapa pun yang berusia 25 tahun dalam sejarah," kata Altman.