Jakarta (ANTARA) – Pemerintah, lewat Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), sedang mengoptimalkan penggunaan sistem peringatan bahaya kebakaran (FDRS) untuk deteksi dini kebakaran hutan dan lahan guna mendukung upaya pemadaman.
Wakil bidang meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan bahwa sistem ini memakai data dari berbagai sumber, termasuk National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), untuk membuat peta risiko kebakaran dengan indikator warna hijau, oranye, dan merah.
“Warna merah menunjukan titik api aktif, oranye berarti potensi kebakaran tinggi, dan hijau artinya relatif aman. Data ini jadi acuan untuk operasi modifikasi cuaca dan patroli lapangan,” ujarnya di Jakarta pada Selasa.
Tim meteorologi BMKG memanfaatkan FDRS, digabung dengan citra satelit, untuk memantau sebaran asap, arah angin, dan potensi kabut asap lintas batas.
Informasi ini memungkinkan pemerintah mengambil tindakan pencegahan sebelum api menyebar, seperti upaya penanganan kebakaran hutan dan lahan di enam provinsi prioritas: Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan.
Guswanto menyebut, BMKG rutin menggabungkan data hotspot dengan pemantau lapangan oleh unit pemadam kebakaran Manggala Agni Kementerian Kehutanan dan armada udara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
“Sistem ini terbukti efektif dalam menentukan daerah prioritas harian untuk penanganan kebakaran hutan dan lahan,” katanya.
Ia menegaskan, pencegahan dan deteksi dini jauh lebih efektif dibanding menangani api setelah menyebar. Dengan FDRS, risiko kerusakan lingkungan dan kesehatan akibat kebakaran bisa dikurangi selama musim kemarau yang diperkirakan berakhir pada September 2025.
Berita terkait: Six priority provinces’ fires are under control: BNPB
Berita terkait: Ministry urges Banjarbaru govt to check forest fire spread
Berita terkait: Government tackles 63 forest fires in East Kalimantan
Penerjemah: Primayanti
Editor: Azis Kurmala
Hak Cipta © ANTARA 2025