Hamas Bantah Pernyataan Kesediaan Lepas Senjata, Kecam Kunjungan Witkoff ke Gaza | Berita Konflik Israel-Palestina

Kelompok Palestina tegaskan hak melawan pendudukan Israel ‘tak bisa dilepas hingga hak nasional penuh dipulihkan’.

Hamas membantah laporan yang menyatakan kesediaannya untuk melucuti senjata selama negosiasi gencatan senjata dengan Israel. Mereka menekankan bahwa mereka memiliki hak “nasional dan hukum” untuk melawan pendudukan Israel atas wilayah Palestina.

Kelompok tersebut merespons pada Sabtu terhadap pernyataan yang diklaim dibuat oleh utusan khusus Presiden AS Donald Trump untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, saat bertemu keluarga tawanan Israel yang ditahan di Gaza.

Mengutip rekaman pembicaraan, media Israel Haaretz melaporkan bahwa utusan AS itu mengatakan kepada keluarga bahwa Hamas menyatakan “siap untuk dilucuti”.

Tapi dalam pernyataannya, Hamas menyatakan “perlawanan dan senjatanya adalah hak nasional dan hukum selama pendudukan [Israel] berlanjut.”

Hak itu “tidak bisa dilepas hingga hak nasional penuh kami dipulihkan, terutama pendirian negara Palestina yang sepenuhnya berdaulat dan merdeka dengan Yerusalem sebagai ibukotanya,” kata mereka.

Witkoff bertemu keluarga tawanan Israel di Tel Aviv pada Sabtu, sehari setelah mengunjungi lokasi distribusi bantuan di Gaza yang didukung AS dan Israel dioperasikan oleh GHF yang kontroversial.

Lebih dari 1.300 warga Palestina tewas saat berusaha mendapatkan makanan di lokasi GHF sejak kelompok itu beroperasi di Gaza yang dibombardir pada Mei, menurut PBB pekan ini.

Hamas sebelumnya menyebut kunjungan Witkoff sebagai “pertunjukan panggung” yang bertujuan menyesatkan publik tentang situasi di Gaza, di mana blokade Israel memicu krisis kelaparan dan kecaman global.

Tapi pemerintahan Trump tetap mendukung GHF meski ada pembunuhan dan kritik global atas operasinya di Gaza. Pada Juni, Washington menyetujui dana $30 juta untuk GHF.

Komentar Witkoff soal pelucutan senjata muncul saat dorongan internasional untuk mengakui negara Palestina semakin kuat menyusul situasi kelaparan di Gaza.

MEMBACA  Guru menusuk mati anak delapan tahun di Daejeon

Inggris mengumumkan dalam konferensi PBB di New York pekan ini bahwa mereka mungkin mengikuti Prancis untuk mengakui negara Palestina pada September.

Mengulangi pernyataan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer, Menteri Luar Negeri David Lammy mengatakan London akan melanjutkan pengakuan jika Israel tidak memenuhi syarat tertentu, termasuk gencatan senjata di Gaza.

Pertemuan PBB juga dihadiri 17 negara, plus Uni Eropa dan Liga Arab, yang mendukung teks tujuh halaman untuk menghidupkan kembali solusi dua negara.

Teks itu menyerukan Hamas untuk “mengakhiri kekuasaannya di Gaza dan menyerahkan senjatanya ke Otoritas Palestina, dengan dukungan internasional, demi terwujudnya negara Palestina yang berdaulat dan merdeka.”