Kelompok hak asasi manusia Israel-Palestina, B’Tselem, telah menyatakan tindakan Israel di Gaza sebagai genosida dalam laporan terbarunya yang berjudul Genosida Kami.
Laporan yang dirilis Senin kemarin memuat kecaman keras terhadap perang Israel di Gaza, yang telah menewaskan setidaknya 59.733 orang dan melukai 144.477 lainnya.
"Pemeriksaan terhadap kebijakan Israel di Jalur Gaza beserta dampak mengerikannya, ditambah pernyataan politisi dan komandan militer Israel tentang tujuan serangan, mengarah pada kesimpulan tegas bahwa Israel sedang mengambil tindakan terkoordinasi untuk secara sengaja menghancurkan masyarakat Palestina di Gaza," tulis laporan tersebut.
"Dengan kata lain: Israel melakukan genosida terhadap rakyat Palestina di Gaza."
Diperkirakan 1.139 orang tewas selama serangan pimpinan Hamas pada 7 Oktober 2023 terhadap Israel, sementara sekitar 200 lainnya ditahan.
‘Genosida Kami’
Laporan ini mengeksplorasi pelanggaran Israel terhadap warga Palestina, merujuk kembali pada pendirian negara Israel tahun 1948 yang "sejak awal memiliki tujuan jelas: mempertahankan supremasi kelompok Yahudi di seluruh wilayah yang dikuasai Israel".
Karenanya, negara Israel menunjukkan "pola kolonial-settler, termasuk pembangunan permukiman luas yang melibatkan pengusiran dan perampasan, rekayasa demografis, pembersihan etnis, serta pemberlakuan hukum militer terhadap orang Palestina", lanjut laporan itu.
Meski meninjau upaya Israel untuk "mempertahankan supremasi Yahudi dengan dalih hukum yang palsu sementara hak-hak warga Palestina tak terlindungi", laporan menyoroti bahwa ini semakin meningkat pasca 7 Oktober.
"Serangan besar dan terkoordinasi terhadap warga Palestina di Gaza" yang disebutkan dalam laporan ini "mendapat dukungan, legitimasi, dan normalisasi dari mayoritas warga Yahudi-Israel, serta sistem hukum Israel".
Laporan juga membahas upaya intensif sejak Oktober 2024 untuk mengusir warga Palestina dari Gaza.
"Tindakan Israel di Gaza Utara digambarkan banyak pakar… sebagai upaya pembersihan etnis. Pada November 2024, sekitar 100.000 penduduk Gaza Utara telah terusir dari rumah mereka," tertulis dalam dokumen.
Laporan ini tak hanya fokus pada Gaza, tetapi menyebut Israel meningkatkan operasi kekerasannya di Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang diduduki sejak 7 Oktober, "dalam skala terbesar sejak Israel menduduki Tepi Barat tahun 1967".
B’Tselem pertama kali menggunakan istilah apartheid pada 2021 untuk menggambarkan realitas diskriminatif antara warga Israel dan Palestina di Palestina bersejarah.
Seorang anak bereaksi saat pemakaman korban serangan Israel di Rumah Sakit Nasser, Khan Younis, Gaza Selatan, 28 Juli 2025 [Ramadan Abed/Reuters]
Genosida dalam Kata dan Tindakan
Laporan B’Tselem menyusul opini di New York Times oleh sejarawan Holocaust Amos Goldberg yang menyebut tindakan Israel di Gaza sebagai genosida, serta meningkatnya protes di Israel yang menuntut penghentian perang.
Namun, penolakan terhadap perang Israel di Gaza masih kontroversial di masyarakat Israel. Hanya sekitar 16% warga Yahudi Israel percaya koeksistensi damai dengan Palestina mungkin terjadi, menurut survei Pew Research Center Juni lalu.
Sementara itu, 64% warga Yahudi Israel setuju Israel harus menduduki Gaza sementara, menurut survei Jerusalem Center for Security and Foreign Affairs (JCFA).
Kritikus terhadap stereotip Israel termasuk komentator politik Ori Goldberg, mantan profesor dan konsultan keamanan nasional, yang menyebut pandangan itu "keji" di platform X.
"Saya kemarin terpukul. Kebrutalan yang mengalir dari masyarakat Israel membuat saya diam 24 jam. Ini reaksi spontan—bukan kemarahan atau kesedihan. Saya tak bisa bicara. Kulit saya gatal-gatal untuk pertama kali sejak didiagnosis. Saya mencoba menolak kenyataan. Sekarang saya kembali."
— Ori Goldberg (@ori_goldberg), 27 Juli 2025"Tekanan dari dalam masyarakat Israel benar-benar sebesar yang disebut Ori Goldberg baru-baru ini," kata Elia Ayoub, peneliti dan pendiri podcast The Fire These Times, kepada Al Jazeera.
"Masyarakat Israel telah menormalisasi genosida selama hampir dua tahun, dan ini menunjukkan kerusakan moral mendalam dalam budaya politik mereka," lanjutnya.
Sementara itu, pejabat pemerintah Israel terus melontarkan seruan kekerasan terhadap warga Gaza.
"Pemerintah berusaha menghapus Gaza, dan alhamdulillah kita menghapus kejahatan ini. Seluruh Gaza akan menjadi milik Yahudi," ujar Menteri Warisan Amichai Eliyahu di radio Israel pekan lalu.
Kabar yang Disambut, Meski Terlambat
Laporan B’Tselem setebal 79 halaman mencakup wawancara dengan banyak warga Gaza yang bertahan selama 22 bulan serangan.
Penggunaan istilah "genosida" oleh salah satu lembaga HAM terkemuka Israel pasti akan memicu kritik di dalam negeri. Banyak kritikus Israel sendiri yang menghadapi kecaman brutal dari sesama warga.
Itu membuat penggunaan kata "genosida" oleh B’Tselem semakin kuat, meski beberapa berpendapat seharusnya dilakukan lebih awal.
"Selamat datang, meski terlambat, di tengah genosida ini," kata Ayoub.
Pada Desember 2023, Afrika Selatan menggugat Israel atas dugaan genosida di Gaza ke Mahkamah Internasional (ICJ). Beberapa negara lain, termasuk Brasil, Spanyol, Turki, dan Irlandia, bergabung dalam gugatan tersebut. Tulisan ini perlu ditulis ulang dan diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia level C2 dengan beberapa kesalahan atau typo umum, tapi maksimal hanya 2 kali saja. Jangan sertakan versi Inggrisnya, jangan mengulangi pesan saya. Hanya berikan teks dalam Bahasa Indonesia seolah dari penutur C2. Selain itu, buat teksnya terlihat rapi secara visual dan jangan menambahkan teks apapun dari Anda, termasuk typo. Teksnya: "