Khawatir Resesi? Lakukan 5 Langkah Ini untuk Bersiap Sekarang

Risiko Resesi Menurun, Namun Tetap Waspada
Getty Images/Jeffrey Hazelwood/CNET

Awal musim semi ini, pembicaraan tentang resesi muncul setelah Presiden Donald Trump memulai kampanye tarifnya yang kacau. Menurut Polymarket, kemungkinan krisis ekonomi parah mencapai 66%.

Saat Trump menunda beberapa proposal perdagangannya yang paling agresif, prediksi itu stabil. Namun, bayangan resesi tetap sulit diabaikan. Pertumbuhan di kuartal pertama 2025? Turun. Klaim pengangguran? Melonjak tajam. Sentimen konsumen? Hampir menyentuh titik terendah. Tak hanya itu, ada bisikan stagflasi—kombinasi menyakitkan antara harga tinggi dan pengangguran—yang bahkan lebih buruk dari resesi.

Pasar saham tidak mencerminkan kecemasan ini karena digerakkan oleh segelintir pemain besar di Wall Street. Investor bersorak setiap kali tarif ditunda atau kesepakatan dagang dikabarkan. Itulah mengapa pasar terus mencetak rekor tertinggi sementara kebanyakan orang merasa seperti berjalan di atas tali.

Perusahaan pun terpaksa holding pattern, memangkas biaya dan menunda perekrutan, yang memperparah ketidakpastian ekonomi. Rumah tangga yang berjuang melawan harga melambung dan ancaman PHK semakin mengetatkan anggaran. "Ketidakpastian finansial bisa menjadi ramalan yang terwujud sendiri," kata Shang Saavedra, pendiri platform edukasi keuangan Save My Cents.

Baca lebih lanjut: Lebih Buruk dari Resesi? Tarif Trump Picu Stagflasi ‘Buatan Sendiri’

Apakah Semua Resesi Sama?

Resesi, seberat apa pun, adalah bagian alami ekonomi. Kapitalisme modern punya siklus naik-turun yang teratur. Sejak pertengahan abad ke-20, AS mengalami resesi kira-kira setiap 5-7 tahun, dengan durasi rata-rata 11 bulan.

Yang terbaru terjadi saat pandemi COVID-19 pada Maret 2020. Pada April, 16 juta lebih pekerjaan hilang. Pemerintah menerapkan langkah pemulihan untuk meredakan dampaknya. Resesi pandemi adalah yang terdalam, tetapi juga tersingkat sejak Perang Dunia II.

MEMBACA  Warren Buffett mengatakan Greg Abel harus mengambil alih sebagai CEO Berkshire Hathaway pada akhir tahun ini.

Kini, setelah pertumbuhan signifikan, banyak pakar yakin reset ekonomi berikutnya sudah di depan mata. "Bukan soal ‘jika’, tapi ‘kapan’ resesi berikutnya datang," ujar Saavedra.

FAQ: Cara Mempersiapkan Diri Menghadapi Resesi

Mempelajari resesi masa lalu membantu kita mengambil langkah proaktif dalam keputusan keuangan. Artinya, mengevaluasi rencana finansial dan menentukan perubahan yang diperlukan untuk tetap on track.

1. Bisakah Kita Merencanakan Resesi?

Meski ekonomi berantakan, kebanyakan orang masih punya waktu untuk menilai kondisi keuangan sebelum resesi benar-benar terjadi.

"Beberapa orang menunggu hingga resesi resmi ‘diumumkan’ baru mengubah kebiasaan finansial," kata Berna Anat, edukator keuangan dan penulis Money Out Loud. Ia menyarankan beralih ke pola pikir persiapan, bukan kepanikan.

Misalnya, fokus pada dana darurat dan mengelola utang. Tindakan impulsif seperti menjual investasi justru merugikan jangka panjang. "Ketakutan mempersempit fokus dan menghambat daya kognitif. Persiapan sejak dini sangat krusial," ujar Lisa Countryman-Quiroz, CEO LSM pengembangan tenaga kerja JVS Bay Area.

2. Berapa Tabungan Ideal?

Siapkan dana untuk menutup 3-6 bulan pengeluaran. Pertimbangkan pendapatan, stabilitas pekerjaan, dan rencana masa depan (keluarga, relokasi, dll.).

"Jangan sampai kartu kredit jadi satu-satunya solusi darurat," kata Anat.

Tips: Simpan dana darurat di rekening high-yield untuk akses mudah dan bunga menguntungkan.

3. Bagaimana Jika Khawatir PHK?

Saat resesi, pencarian kerja bisa memakan bulanan. Tahun lalu, sebelum isu resesi ramai, pencari kerja rata-rata butuh 8 bulan dan 294 lamaran untuk dapat pekerjaan.

Selain menyiapkan CV, perluas jaringan profesional dan tingkatkan skill. "Kemampuan teknologi—terutama AI—serta kolaborasi dan komunikasi adalah kunci," tegas Countryman-Quiroz.

4. Haruskah Mengubah Investasi?

Jangan terburu-buru jual saat pasar turun. Pasar saham punya riwayat pulih. Untuk yang mendekati pensiun, pertimbangkan investasi lebih aman seperti CD.

5. Lebih Baik Menabung atau Melunasi Utang?

Utang berbunga tinggi (10%+) jadi beban berat saat resesi. Lunasi bertahap, atau pertimbangkan konsolidasi utang atau kartu balance transfer 0% APR.

MEMBACA  Menggunakan bekas pangkalan militer Inggris untuk menampung pencari suaka terbukti mahal

Persiapan Emosional Menghadapi Resesi

Selain keuangan, dukungan emosional tak kalah penting.

"Anda butuh dukungan saat situasi berubah," jelas Anat. Diskusikan bantuan dengan keluarga, eksplorasi mutual aid lokal, atau layanan kesehatan mental terjangkau.

Resesi ibarat badai—tak terprediksi, tetapi bisa dihadapi dengan persiapan matang.