Antara Ambisi Global dan Realitas di Lapangan

loading…

PP Tunas menunjukan komitmen Indonesia dalam melindugi anak di dunia maya. Foto: Komdigi

JAKARTA – Di tengah hutan digital yang makin liar, di mana predator tak terlihat, cyberbullying, dan konten berbahaya mengancam di setiap klik, pemerintah Indonesia mencoba membangun benteng perlindungan. Namanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025, atau yang lebih dikenal sebagai “PP Tunas”.

Ini bukan hanya aturan biasa; ini adlah deklarasi ambisius Indonesia untuk melindungi generasi masa depannya.

Tapi, di balik niat baik itu, muncul pertanyaan: bisakah peraturan di atas kertas benar-benar jadi perisai kuat untuk jutaan anak Indonesia yang hidup di dua dunia, nyata dan digital?

## Ambisi Melintasi Batas Negara

Di panggung diplomasi internasional, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid tak ragu memamerkan “senjata” baru Indonesia ini. Saat bertemu Sekjen ITU, Doreen Bogdan-Martin, Menkomdigi dengan yakin mendorong PP Tunas jadi standar global.

“PP Tunas mencerminkan komitmen Indonesia melindungi anak secara online, untuk kesehatan dan kesejahteraan generasi muda,” kata Meutya. Ia tidak hanya bicara soal kebijakan dalam negeri, tapi juga menempatkan Indonesia sebagai pemimpin dalam keamanan digital anak.

Dukungan dari ITU, yang kini punya kantor di Jakarta, jadi bentuk pengakuan untuk langkah Indonesia. “Panduan dari ITU sangat penting agar kebijakan kami tetap inklusif, visioner, dan sesuai standar global,” tambah Meutya.

Pesan ini jelas: Indonesia ingin aturan yang tidak cuma berlaku di dalam negeri, tapi juga diakui dan bisa diadopsi oleh dunia.

MEMBACA  Alasan Apple Tidak Membuat Mesin Pencari Membuat Pesaingnya Takut