Kekuatan dan Keagungan Kata-Kata Kasar

Buka newsletter White House Watch gratis

Mungkin kamu lewat tanggapan perdana menteri Inggris soal serangan Israel dan Iran yang terjadi setelah kesepakatan gencatan senjata Selasa pagi. “Aku mau gencatan senjata lanjut, jadi jelas semakin cepat kembali ke situasi itu, semakin baik,” kata Keir Starmer pas tiba di Belanda buat pertemuan NATO.

Tapi pasti kamu ga lewat tanggapan presiden Amerika. “Kita punya dua negara yang udah berantem lama dan keras sampe mereka ga tau apa yang mereka lakukan. Ngerti ga?” Donald Trump marah-marah ke wartawan di halaman Gedung Putih, sebelum pergi naik Marine One buat gabung pemimpin dunia lain di Den Haag.

Bahasa kasarnya ga pantas buat presiden, tapi efektif banget. Ini bukan salah bicara, tapi pesan yang sengaja. “Ayah” (ehem) marah, dan dia mau dunia tau.

Dengan nggak pake bahasa politik biasa, Trump tunjukin betapa pentingnya momen ini. Dengan emosi asli, dia bawa sisi manusiawi ke topik yang sering dianggap cuma permainan catur global, bukan soal hidup-mati. Dan di saat banyak orang khawatir perang dunia baru, dia kasih sinyal Amerika bukan negara yang bisa diremehin.

Bener, kamu bisa bilang Trump juga ga tau apa yg dilakukannya, dan itu bener. Tapi di dunia penuh basa-basi, kata-katanya nembus kesombongan itu semua.

Ini juga bukan pertama kali Trump mengumpat di publik. Di 10 bulan pertama 2024, dia udah mengumpat 1.787 kali—termasuk kata-kata kayak “sial” dan “neraka” yang buat orang Inggris kayak aku terdengar terlalu ketat. Tapi ini kayaknya pertama kali dia pake kata “F” dalam pidato resmi selama dua masa jabatannya—bahkan mungkin pertama kali presiden Amerika ngomong begitu.

MEMBACA  Caleg Partai Perindo Diska Resha Mengadakan Senam Bersama Para Ibu dan Menggelar Bazar Sembako Murah di Jakarta Selatan

Reaksinya kuat: sampe ada yg positif dari pengguna Bluesky yang biasanya kritik semua yg presiden lakukan. Kamu harus pilih momen pas buat ngomong kasar; kalo sembarangan, efeknya berkurang.

“Kamu bisa tunjukin dominasi dengan mengumpat, apalagi kalo cuma kamu yg boleh ngomong begitu,” kata Michael Adams, profesor bahasa Inggris di Indiana University. “Kayak pake nama panggilan—hanya dia yg bisa dipanggil ‘Tuan Presiden’, jadi ada ketimpangan kekuasaan.”

Pemimpin dunia lain bisa ikutin Trump dengan ngomong kasar, tapi sedikit yg berani. Dan meski ada, belum tentu sama efeknya—Trump bisa lolos karena itu emang bahasa sehari-harinya. Dia ga canggung pas ngumpat. Meski berusaha terlihat elegan dan lahir dari keluarga kaya, dia tetaplah orang New York yang kasar dan suka negosiasi.

Dia juga tahu apa yg baik buatnya: riset bilang mengumpat bisa redakan stres, marah, bahkan sakit fisik. Di studi 2020, relawan yg ngomong “F” saat tangan mereka direndam air es bisa tahan sakit 33% lebih lama. Ngomong kasar memicu respons “lawan-atau-lari” di tubuh, ningkatin detak jantung dan bikin efek reda sakit.

Yang Trump pengen cuma Hadiah Nobel Perdamaian, tapi kayaknya orang lain ga mau kerja sama. Jadi wajar kalo dia frustasi. Seperti kata Capitaine Haddock, Mille millions de mille sabords! Maaf ya bahasanya kasar.

[email protected]