Pertambangan Nikel di Raja Ampat Memicu Debat Sengit

Raja Ampat, Papua Barat Daya (ANTARA) – Tagar #SaveRajaAmpat menyoroti sisi lain Raja Ampat—bukan untuk menarik turis ke lautnya yg indah, tapi untuk menggoda penambang akan deposit nikel berharganya.

Naif jika berpikir kegiatan tambang tidak merusak, meski perusahaan mengklaim usahanya sebagai "pertambangan ramah lingkungan."

Perusakan adalah hal yg melekat pada semua jenis pertambangan: mengeruk isi perut bumi dan menebang pohon-pohon hijau yang memesona pengunjung.

Dengan kesadaran ini dan keengganan melihat Raja Ampat berubah jadi area tambang, penolakan terhadap aktivitas pertambangan di Raja Ampat meluas dan ramai dibahas di media sosial.

PT GAG Nikel menjadi sorotan sejak mengelola tambang nikel di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat, dengan izin operasi produksi yg dikeluarkan tahun 2017.

Empat perusahaan lain yg punya izin tambang nikel di Raja Ampat adalah:

  • PT Anugerah Surya Pratama (ASP), izin operasi produksi sejak 2013
  • PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), IUP terbit 2013
  • PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), IUP terbit 2013
  • PT Nurham, IUP diberikan tahun 2025

    Pulau Gag

    Bukit-bukit berhutan dan laut biru menyambut hangat siapapun yg datang ke Pulau Gag. Suasana semakin tenang dengan kicau burung, tanpa suara kendaraan atau klakson yg mengganggu.

    Tapi, satu hal mengusik harmoni ini: kapal pengangkut nikel yg berlabuh tak jauh dari dermaga.

    Selain pemandangan alamnya yg memukau, Pulau Gag punya sumber daya alam seperti Maluku dan Maluku Utara, yaitu nikel, karena pulau ini berada dalam pengaruh tektonik Sesar Sorong.

    Kesamaan ini wajar, sebab Pulau Gag terletak di perbatasan Papua Barat Daya dan Maluku Utara.

    PT GAG Nikel punya kontrak kerja yg terdaftar di aplikasi Mineral One Data Indonesia (MODI), dengan nomor izin 430.K/230/DJB/2017, mencakup area tambang seluas 13.136 hektar.

    Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Tri Winarno, menyebut 263,24 hektar lahan telah dibuka untuk tambang.

    Meski lahan yg dibuka kurang dari separuh izin, kehadiran tambang nikel di Pulau Gag memicu kekhawatiran banyak pihak.

    Greenpeace Indonesia, LSM lingkungan, menegaskan bahwa Pulau Gag masuk kategori pulau kecil yg seharusnya tidak ditambang, sesuai UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

    Ini diperkuat oleh Putusan MK No. 35/PUU-XXI/2023 yg melarang pertambangan di pesisir dan pulau kecil. MK menekankan bahwa pertambangan di kawasan ini bisa merusak lingkungan secara permanen dan melanggar keadilan antargenerasi.

    Namun, aktivitas tambang di Pulau Gag terus berjalan sampai dihentikan sementara oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pada 5 Juni 2025.

    Demonstrasi saat kunjungan menteri ke Sorong, 6 Juni 2025, mencerminkan keprihatinan masyarakat Raja Ampat atas tambang nikel.

    Desa Gag

    Harapan bahwa warga lokal akan menolak tambang pupus ketika Lahadalia disambut Ketua Bamuskam Desa Gag, Waju Husein.

    Husein menyatakan penolakan yg ramai justru datang dari luar Pulau Gag, karena ia tidak merasakan dampak negatif tambang di pulau itu—poin yg ia tekankan berulang kali.

    Ia yakin perusahaan tambang memberi dampak positif bagi ekonomi desa. Dari 700-900 penduduk Desa Gag, sekitar 200 orang bekerja di perusahaan tambang.

    Husein, seorang petani, mengaku mendapat manfaat dari pupuk dan bibit yg diberikan PT GAG Nikel, sekaligus menyebut perusahaan membeli hasil panennya.

    Jika ada masalah akibat tambang, Husein bilang warga setempat akan yg pertama protes ke PT GAG Nikel, anak usaha PT Aneka Tambang (Antam).

    Sejalan dgn Husein, beberapa warga yg ditemui di pesisir juga berpendapat sama. Fataha Banofo, nelayan, menjual tangkapannya ke perusahaan.

    Warga lain seperti Hulafa Umpsipyat (petani) dan Lukman Harun (nelayan) juga menyuarakan hal serupa.

    Pernyataan warga Desa Gag menunjukkan mereka ingin pertambangan nikel tetap berjalan demi alasan ekonomi, bukan karena tak peduli dampak lingkungan.

    Pulau Gag berbeda dengan pulau lain di Raja Ampat yg jadi destinasi wisata. Bahkan, penelitian yg didanai GAG Nikel menunjukkan Pulau Gag tidak termasuk dalam Raja Ampat Geopark.

    Tapi, tidak masuk Geopark bukan berarti PT GAG Nikel bebas mengeksploitasi Pulau Gag. Pertambangan harus tetap mempertimbangkan dampak lingkungan dan tahu kapan berhenti.

    Warga Desa Gag percaya pada PT GAG Nikel karena hingga kini belum ada pencemaran yg mengganggu hidup mereka.

    Tanggung jawab PT GAG Nikel untuk menjaga Pulau Gag, sebagaimana mereka menghargai kepercayaan warga setempat.

    Berita terkait:
    Tuntutan pidana mengintai perusahaan nikel atas pencemaran di Raja Ampat
    Pemerintah tinjau ulang izin empat perusahaan tambang di Raja Ampat
    Pemerintah bertindak terhadap perusahaan tambang di Raja Ampat untuk lindungi keanekaragaman hayati

    Penerjemah: Putu Indah Savitri, Cindy Frishanti Octavia
    Editor: Azis Kurmala
    Hak Cipta © ANTARA 2025

MEMBACA  Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Mengungkapkan bahwa KUR 2024 Telah Disalurkan ke 149.602 Peminjam hingga April