Sebuah startup menjanjikan bahwa asisten AI mereka dapat membangunkan aplikasi untukmu. Namun nyatanya, pekerjaan tersebut dilakukan oleh insinyur manusia.
Builder.ai, startup yang didukung Microsoft, mengklaim dirinya sebagai solusi berbasis AI untuk mempermudah pengembangan aplikasi. Klien berinteraksi dengan asisten AI andalannya, Natasha, dan menerima aplikasi fungsional yang diklaim dihasilkan oleh AI. Namun, alih-alih menggunakan teknologi AI untuk menjalankan chatbot dan membuat aplikasi, perusahaan ini mempekerjakan 700 insinyur di India untuk berpura-pura menjadi Natasha dalam percakapan dengan klien, lalu mengerjakan coding aplikasi secara manual.
Operasi chatbot yang dijalankan manusia ini mencerminkan masalah lebih besar di industri teknologi saat ini: fenomena “AI-washing,” di mana perusahaan mengeksagerasi penggunaan AI dalam produk mereka. Misalnya, ketika Coca‑Cola mengklaim produk Y3000 Zero Sugar mereka tahun 2023 dibuat bersama AI, tetapi tidak memberikan detail tentang peran AI tersebut, membuat banyak orang curiga bahwa klaim ini hanya trik pemasaran.
Ketika perusahaan berlomba memasukkan AI ke dalam produk mereka—atau setidaknya berusaha terlihat melakukannya—konsumen mungkin tidak seantusias industri teknologi terhadap segala hal yang berbau AI.
Menurut Pew Research Center, 43% responden percaya AI akan merugikan mereka, sementara hanya 24% yang melihat manfaatnya. Laporan itu juga menyebut, “Optimisme publik rendah terhadap dampak AI di dunia kerja.” Meski 73% ahli AI yakin AI akan berdampak positif pada pekerjaan dalam 20 tahun ke depan, hanya 23% orang dewasa AS yang setuju. Studi lain menunjukkan sekitar setengah responden lebih memilih berbicara dengan manusia daripada AI, sementara hanya 12% yang lebih suka chatbot AI.
Tapi masalah utama Builder.ai bukanlah AI-washing. Latin Times melaporkan bahwa seorang kreditur menyita $37 juta dari perusahaan setelah mengetahui pendapatannya hanya $50 juta—300% lebih rendah dari klaim $220 juta. Linas Beliūnas dari Zero Hash menuduh Builder.ai melakukan penipuan dalam postingan LinkedIn, menulis: “Ternyata perusahaan tidak menggunakan AI, melainkan hanya sekelompok developer India yang berpura-pura menulis kode sebagai AI.” Mantan karyawan menggugat perusahaan, dan audit menyita jutaan dolar. Kini, Builder.ai berhutang $85 juta ke Amazon dan $30 juta ke Microsoft untuk layanan cloud yang tak pernah dibayar.
Perusahaan ini mengajukan pailit di Inggris, India, dan AS. Dalam pernyataan di LinkedIn, Builder.ai menulis bahwa mereka akan “memulai proses kepailitan dan menunjuk administrator untuk mengurus perusahaan.”
“Meski upaya keras tim kami dan menjelajahi semua opsi, bisnis tidak mampu pulih dari tantangan masa lalu dan keputusan yang membebani keuangan,” tulis postingan itu.
Topik