Damari bercerita bahwa beberapa hari setelah diculik, ia akhirnya ditahan di rumah keluarga sipil yang memiliki anak-anak.
Mantan sandera Emily Damari mengungkapkan dalam wawancara dengan N12 yang terbit pada Minggu bahwa selama dalam tahanan, para penculiknya dari Hamas tidak tahu bahwa ia lebih menyukai wanita.
“Mereka tidak boleh tahu hal seperti itu. Dari perspektif mereka, itu dianggap penyakit,” katanya.
Damari menambahkan bahwa ia pernah bertanya pada penculiknya dari Hamas apa yang akan dilakukannya jika mengetahui saudaranya gay, dan ia menjawab bahwa ia akan “membunuhnya.”
Ia juga mengungkapkan bahwa selama dalam tahanan, ia kerap ditanya mengapa belum menikah.
“Memang sudah begitu,” katanya pada penculiknya. “Aku lebih suka menyendiri, aku gadis yang baik.”
Mantan sandera Emily Damari di Tembok Barat. (foto: WESTERN WALL HERITAGE FOUNDATION)
Damari mengatakan bahwa para penculiknya memberinya julukan, seperti “Saja’iya,” yang artinya pahlawan—mereka bilang begitu, tapi aku menyangkalnya. Julukan itu sempat melekat, lalu mereka memanggilku John Cena dari WWE.”
Damari juga bercerita bahwa ia sering melakukan sit-up untuk melepas energi selama jadi sandera, dan bahkan bertanya pada penculiknya bagaimana terowongan bawah tanah di Gaza dibangun.
Merasa penuh rasa bersalah
Dalam wawancara, Damari juga menyebutkan rasa bersalah yang ia rasakan. “Naik pesawat, duduk, makan, minum—semuanya dibayangi rasa bersalah,” katanya, sambil mengingat 58 sandera yang masih ditahan di Gaza.
Ia secara khusus menyebut kembar sandera, Gali dan Ziv Berman. Damari kerap menyebut mereka di media sosial dan menyerukan pembebasan mereka. Ia bercerita pada N12 bahwa ia sempat mengajak Gali ke rumahnya pagi itu sebelum mereka berdua diculik ke Gaza bersama Ziv.
Ia kemudian bercerita bahwa ia dipisahkan dari kembar itu dan dibawa ke Rumah Sakit Shifa di Gaza, lalu diberi obat penenang oleh seorang dokter. Saat ia sadar, dokter itu memberitahunya bahwa dua jarinya hilang.
“Kubilang, ‘Ya udah… aku sandera di Gaza, dua jariku hilang—apa lagi yang lebih buruk?” katanya pada N12.
KIRI ke kanan: Emily Damari, Romi Gonen, dan Doron Steinbrecher dibebaskan minggu lalu. Kepulangan mereka mengharukan semua orang, kecuali para teroris Hamas yang tak punya hati, tegas penulis. (foto: Hamas Military Wing via Reuters)
N12 kemudian berbicara dengan Romi Gonen, yang mengatakan bahwa ia pertama kali bertemu Damari di Rumah Sakit Shifa, tapi mereka kemudian dipisahkan sebelum bertemu lagi 40 hari kemudian di Gaza.
Ditahan di rumah keluarga sipil
Damari mengatakan bahwa beberapa hari setelah diculik, ia ditahan di rumah keluarga sipil yang punya anak-anak. Ia ditahan di sana bersama Ziv dan sandera lain, dan mendengar serangan udara setiap hari.
“Suatu hari, ledakan menghancurkan rumah itu. Aku melihatnya sendiri—aku dan Ziv di dalam ruangan, dan dari jendela kulihat bangunan sejauh satu meter terbakar.” Mereka kemudian dipindahkan ke rumah lain setelah ledakan itu, 40 hari setelah penculikan.
Hari ia dipisahkan dari Ziv juga hari ia bertemu Romi Gonen, yang langsung mengenalinya, katanya pada N12. Saat dibawa dari rumah yang hancur ke terowongan bawah tanah, ia melihat Gonen, Liri Albag, Agam Berger, dan dua anak—Dafna dan Ela Elyakim.
Damari dan Gonen mengaku pada N12 bahwa mereka sempat mempertimbangkan bunuh diri selama dalam tahanan.
Damari dibebaskan dari tahanan Hamas pada Januari bersama Gonen dan Doron Steinbrecher, setelah hampir 500 hari di Gaza.