Tetap update dengan info gratis
Daftar aja buat Artificial Intelligence myFT Digest — bakal dikirim langsung ke email kamu.
Slogan "ambil kembali kendali" sebenarnya menyentuh perasaan pemilih Inggris — atau setidaknya politisi percaya begitu, karena masih dipakai dalam pidato hampir 10 tahun sejak kampanye Brexit. Tapi, selain isu imigrasi atau kedaulatan, ada satu tempat di mana orang merasa kehilangan kendali: tempat kerja.
Survei pemerintah Skills and Employment Survey yang udah berjalan hampir 40 tahun menunjukkan tren mencolok: penurunan tajam "kebebasan mengatur tugas" sejak tahun 1990-an. Ini ukuran seberapa besar orang merasa punya kuasa atas pekerjaan sehari-hari, seperti memilih tugas atau cara mengerjakannya. Tahun 1992, 62% pekerja mengaku punya kebebasan tinggi. Tahun 2024, cuma 34%.
Sebelum 2017, penurunan ini paling terlihat di pekerja bergaji rendah. Tapi setelah 2017, profesi ahli juga mengalaminya. Apa cuma di Inggris? Sayangnya, data internasional terbaru kurang. Tapi survei besar Eropa tentang kondisi kerja yang bakal dirilis tahun ini mungkin kasih jawaban.
Penyebabnya? Tren ini bertahan meski ada krisis keuangan sampai pandemi. Menurut Alan Felstead, profesor di Cardiff University, penyebabnya kemungkinan besar teknologi digital di tempat kerja. "Penggunaannya melonjak, sementara kebebasan pekerja turun," katanya.
Contohnya? Software yang bikin kerja lebih terstruktur & diatur, mulai dari pelacakan real-time pekerja logistik sampai alat pantau produktivitas karyawan kantor. Felstead bilang ini "perubahan teknologi yang mengurangi kebebasan."
Memang, teknologi bisa tingkatkan produktivitas & standar kerja. Tapi, penelitian menunjukkan kurangnya kendali atas cara kerja bisa buruk buat kesehatan mental & fisik.
Produktivitas bisa ditingkatkan dari atas (manajemen) atau bawah (karyawan). Alat monitoring mungkin bikin kerja lebih cepat & tepat, tapi juga batasi ruang untuk mencoba cara baru atau memberi saran. Dalam survei, pekerja dengan kebebasan tinggi lebih sering kasih ide efisiensi. Penurunan kebebasan ini mungkin bukan penyebab utama produktivitas Inggris yang buruk, tapi jelas nggak bantu.
Pertanyaan sekarang: apakah AI generatif akan balikkan atau percepat tren ini? Sejauh ini, penyebaran AI lebih "organik" — dimulai dari karyawan. Survei University of Melbourne & KPMG di 47 negara menunjukkan 58% karyawan rutin pakai AI, tapi lebih banyak pakai alat gratis daripada yang disediakan perusahaan. Hanya 40% yang punya panduan AI dari perusahaan.
Kalau karyawan yang memimpin, ini bisa jadi momen peningkatan otonomi — meski ada risiko keamanan & akurasi. Tapi masih awal. Beberapa perusahaan mulai kontrol prosesnya. Misalnya, Shopify bilang pemakaian AI sekarang "harapan dasar" & akan masuk ke evaluasi kinerja.
Fase "wild west" AI kasih kesempatan langka buat eksperimen & ubah cara kerja. Mungkin bahkan "ambil kembali kendali". Apakah ini cuma sementara atau jadi norma baru, tergantung tindakan perusahaan selanjutnya.