Ada banyak kemungkinan mengapa Google salah menampilkan nilai tukar rupiah terhadap USD di website mereka. Yang seharusnya Rp16.304,69 menjadi setengahnya atau Rp8.170,65. Dampaknya, warganet heboh di berbagai platform media sosial.
Pratama Persadha, Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC, mengatakan ada beberapa kemungkinan mengapa hal ini terjadi. Berikut beberapa dugaannya:
1. Kesalahan Teknis
Kemungkinan penyebab pertama adalah kesalahan teknis dalam sistem Google atau platform penyedia informasi nilai tukar. “Seperti halnya sistem teknologi lainnya, Google mengandalkan algoritma yang menarik data dari berbagai sumber. Jika terjadi bug atau gangguan teknis dalam proses ini, data yang disajikan bisa menjadi tidak akurat atau bahkan menyesatkan,” ungkap Pratama.
2. Perbedaan Sumber Eksternal
Google mengambil data nilai tukar dari berbagai sumber eksternal, termasuk lembaga keuangan, penyedia data ekonomi, dan pasar valuta asing. Perbedaan sumber ini bisa menyebabkan variasi dalam nilai tukar yang ditampilkan. Beberapa platform mungkin memperbarui data lebih cepat daripada yang lain, sehingga ada kemungkinan Google menampilkan kurs yang sudah usang atau belum terverifikasi dengan informasi terbaru dari bank sentral atau institusi keuangan utama.
3. Kesalahan Input Data
Kesalahan input juga dapat menjadi kemungkinan penyebab lain dari ketidakakuratan kurs yang ditampilkan. Dalam sistem berbasis data, manusia tetap memiliki peran dalam memasukkan dan memperbarui informasi. “Typo atau kesalahan manusiawi dalam menginput angka dapat menyebabkan kurs yang ditampilkan jauh dari nilai sebenarnya, terutama jika data tersebut tidak melewati proses verifikasi otomatis yang ketat,” ungkapnya.
4. Diserang Hacker
Kemungkinan yang lebih serius namun jarang terjadi adalah manipulasi atau penyalahgunaan sistem akibat peretasan. Meskipun sistem keamanan Google sangat canggih, bukan tidak mungkin terjadi upaya peretasan atau penyusupan oleh aktor jahat yang berusaha mengacaukan informasi finansial. “Dalam skenario ekstrem, manipulasi data kurs ini bisa digunakan sebagai bagian dari strategi spekulasi atau disinformasi untuk mengacaukan pasar,” ungkapnya.
Pratama mengatakan, untuk memastikan informasi nilai tukar yang benar, disarankan agar pengguna tidak hanya mengandalkan Google sebagai satu-satunya referensi. “Mengecek kurs rupiah dari sumber resmi seperti Bank Indonesia, lembaga keuangan besar, atau layanan keuangan terpercaya seperti Bloomberg, Reuters, dan OANDA akan memberikan gambaran yang lebih akurat dan dapat diandalkan. Di tengah ketidakpastian digital, kehati-hatian dalam memverifikasi informasi adalah langkah penting dalam pengambilan keputusan finansial yang lebih baik,” ujar Pratama.