100 hari pemerintahan: Janji, kemajuan, dan tantangan

“Jakarta (ANTARA) – 20 Oktober 2024 adalah hari bersejarah bagi Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka saat mereka mengucapkan sumpah jabatan sebagai presiden dan wakil presiden, naik ke posisi memimpin bangsa Indonesia. Bangsa ini sangat berharap melihat dua pemimpin baru ini mencetak arah baru dalam 100 hari pertama mereka di kantor. Telah menjadi hal yang wajar bagi masyarakat untuk memegang harapan tinggi mengingat janji-janji yang dibuat oleh Prabowo dan Gibran selama kampanye pemilihan. Hal ini terutama karena determinasi yang dinyatakan oleh kedua pemimpin tersebut untuk meningkatkan standar hidup masyarakat melalui kebijakan ekonomi berorientasi pada rakyat dan upaya untuk mencapai swasembada pangan. Titik 100 hari ini dianggap sebagai periode penting bagi pasangan ini untuk membentuk kesan bangsa, meningkatkan kepercayaan masyarakat pada pemerintahan yang baru lahir ini. Dalam waktu yang begitu singkat, beberapa pertanyaan kunci muncul: Sejauh mana Prabowo dan Gibran telah memenuhi janji-janji mereka? Apakah kebijakan mereka benar-benar membuat perbedaan? Presiden, di pihaknya, menyatakan kegembiraan atas kinerja pemerintahannya dalam periode tersebut. Ia merayakan prestasi pemerintah dalam menstabilkan harga beberapa barang penting dan menurunkan tarif penerbangan dalam negeri serta biaya layanan ibadah haji. Mengakui pentingnya kerjasama, kepala negara menekankan bahwa ia mengakui prestasi ini berkat kerja keras dan dedikasi para menteri dan kepala lembaga negara. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menguatkan evaluasi diri Prabowo, menyatakan bahwa pemerintah telah menunjukkan kepedulian nyata untuk menjaga iklim bisnis yang kondusif di Indonesia. Ketua Apindo Shinta Kamdani berpendapat bahwa Presiden menyadari pentingnya sektor bisnis Indonesia. Hal ini tercermin dari keputusan pemerintah untuk meningkatkan pajak pertambahan nilai dari 11 persen menjadi 12 persen, namun hanya untuk barang mewah, katanya. Langkah ini dianggap kunci untuk meningkatkan pertumbuhan bisnis sambil melindungi daya beli masyarakat. Ini akan menjadi tinjauan yang tidak lengkap untuk menilai kinerja pemerintah sambil mengabaikan salah satu inisiatif prioritasnya: program Makanan Bergizi Gratis, atau MBG. Sejak dimulainya program pada 6 Januari 2025, pemerintah telah mendistribusikan makanan gratis kepada anak sekolah, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui melalui setidaknya 190 dapur khusus yang didirikan di 26 provinsi. Dengan menetapkan target untuk mencakup sebanyak 83 juta penerima manfaat pada akhir masa jabatannya, pemerintah berupaya memanfaatkan program ini sebagai instrumen untuk meningkatkan asupan gizi masyarakat, mengatasi stunting, dan merangsang pertumbuhan ekonomi lokal dengan memberdayakan petani dan usaha mikro, kecil, dan menengah sebagai pemasok bahan dan material untuk program tersebut. Namun, para ekonom bingung tentang kapasitas keuangan pemerintah untuk menjaga program ini tetap berjalan hingga akhir masa jabatannya pada 2029. Harus dicatat bahwa sementara Presiden Prabowo memanggil untuk memotong belanja negara sebesar Rp306 triliun (US$18,7 miliar), anggaran yang dibutuhkan untuk program dalam tahun pertama diperkirakan sebesar USD4,39 miliar, dengan total USD28 miliar diperlukan selama lima tahun. Mengingat hal ini, para ahli bertanya-tanya apakah akan mungkin bagi pemerintahan Prabowo untuk mendanai program andalannya tanpa mengorbankan sektor atau inisiatif lainnya. Selain itu, efektivitas program ini telah menjadi sorotan, terutama setelah laporan tentang distribusi makanan yang tidak merata di berbagai wilayah dan keterlambatan dalam mendapatkan bahan ke beberapa daerah. Ada juga indikasi bahwa pemerintah kesulitan melibatkan petani lokal sepenuhnya, yang seharusnya menjadi bagian kunci dari program tersebut. Lebih lanjut, tanpa sistem distribusi pangan yang solid, pemerintah mungkin akan mengandalkan perusahaan besar daripada memberdayakan petani dan bisnis lokal melalui program tersebut, sebagaimana yang awalnya direncanakan. Swasembada Pangan Selain program MBG, pemerintahan Prabowo-Gibran telah menekankan tekadnya untuk mengembalikan swasembada pangan di Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah telah meluncurkan sejumlah langkah, termasuk program Food Estate yang bertujuan untuk membuka setidaknya 100 ribu hektar area pertanian baru di Merauke, Papua Selatan. Selain itu, pemerintah telah bergerak penuh untuk meningkatkan produksi padi, jagung, dan kedelai dengan memperbaiki infrastruktur irigasi dan mendorong penggunaan teknologi pertanian oleh petani. Namun, sangat penting bagi pemerintah untuk menangani beberapa tantangan yang bisa menghambat misi keamanan pangan mereka, seperti yang terkait dengan konversi lahan, ketergantungan pada bibit dan pupuk impor, dan fluktuasi harga pangan global. Program Food Estate bisa berakhir dengan nasib yang sama buruknya seperti inisiatif masa lalu jika pemerintah hanya fokus pada ekspansi lahan pertanian tanpa membangun ekosistem pertanian yang solid. Beberapa ahli pertanian menyarankan bahwa daripada mengejar ekspansi lahan, pemerintah seharusnya fokus pada upaya untuk meningkatkan produktivitas lahan yang sudah ada. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan petani teknologi yang handal, memudahkan akses ke modal, dan memperbaiki sistem distribusi terkait, tambah mereka. Ketua Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak telah berpendapat bahwa dorongan Presiden Prabowo untuk swasembada pangan dan energi melalui ekspansi lahan bisa menyebabkan peningkatan emisi karbon. Hal ini juga bisa memicu kebakaran dan kabut asap di lahan gambut dan mencemarkan komitmen Indonesia terhadap iklim dan keanekaragaman hayati, peringatannya. Meskipun keraguan, dalam survei yang dilakukan oleh Kompas R&D dari 4-10 Januari 2025, 80,9 persen responden mengatakan mereka puas dengan kinerja pemerintahan Prabowo-Gibran dalam 100 hari pertama mereka berkuasa. Angka tersebut cukup menguntungkan, mewakili kepercayaan bangsa pada kebijakan ekonomi pemerintah. Perlu dicatat, meskipun penerimaan positif terhadap kinerja pemerintah mungkin lebih didorong oleh harapan dan pujian daripada prestasi nyata. Keberhasilan kebijakan sangat tergantung pada seberapa efektif pemerintah mengelola anggaran, menjalankan program, dan menstabilkan ekonomi Indonesia. Salah satu hal kunci yang harus diperhatikan pemerintah adalah dampak potensial fluktuasi harga energi dan pangan global terhadap harga domestik. Oleh karena itu, sangat penting untuk ekonomi yang bijaksana dalam mengambil keputusan dan menghindari langkah-langkah yang berorientasi pada popularitas semata. Pendekatan ini diperlukan untuk mencegah konsekuensi negatif di masa mendatang. Dalam konteks ini, pemerintah harus mempertimbangkan beberapa manuver strategis untuk menjamin pelaksanaan kebijakan berorientasi pada rakyat dengan baik. Pertama, Presiden Prabowo dan timnya harus memenuhi kebutuhan akan mekanisme yang solid untuk mengevaluasi efektivitas dan transparansi pelaksanaan program MBG. Dengan begitu, pemerintah dapat memastikan bahwa semua dana yang dialokasikan untuk program digunakan sebagaimana mestinya. Kedua, inisiatif yang ditujukan untuk swasembada pangan harus dilaksanakan seiring dengan reformasi menyeluruh kebijakan pertanian dan upaya untuk memperkuat ekosistem agribisnis untuk merangkul para petani kecil dan koperasi. Sama pentingnya, pemerintah harus menawarkan stimulus ekonomi tanpa mengorbankan kehati-hatian fiskal. Tanpa visi dan strategi jangka panjang, keputusan pemerintah untuk memotong belanja infrastruktur dan pendidikan bisa meninggalkan daya saing ekonomi nasional lumpuh dalam jangka panjang. Selama 100 hari masa jabatan mereka, Prabowo dan Gibran memang melakukan beberapa manuver ekonomi yang berani. Beberapa tantangan masih menunggu solusi. Pemerintah harus meyakinkan publik bahwa kebijakannya didorong oleh komitmennya untuk melayani kepentingan bangsa, bukan oleh hasrat untuk popularitas politik. Lebih penting lagi, pemerintahan yang baru lahir harus berusaha sekuat tenaga untuk memastikan bahwa kebijakannya dapat memiliki dampak yang berkelanjutan dan konkret pada masyarakat selama bertahun-tahun ke depan. Rakyat Indonesia dengan penuh harap menunggu Prabowo dan Gibran untuk memenuhi janji-janji mereka. Dapat dikatakan bahwa para pemimpin baru telah meletakkan pondasi yang kokoh dalam 100 hari pertama mereka, sebagaimana tercermin dalam hasil survei Kompas. Namun, tantangan sejati yang harus mereka atasi adalah konsistensi. Bangsa menuntut agar presiden dan wakil presiden baru mereka tetap setia pada janji-janji mereka dan komitmen untuk kemajuan selama sisa masa jabatan mereka. Berita Terkait: Prabowo soroti kebijakan berorientasi pada rakyat dalam 100 hari pertama Berita Terkait: Pindad bertujuan untuk memproduksi 5.000 Maung SUV dalam 100 hari: pemerintah Editor: Rahmad Nasution Hak cipta © ANTARA 2025”

MEMBACA  UEFA Euro 2024: Wonderkid Spanyol Lamine Yamal Mengalahkan Ronaldo dan Mbappe | Berita UEFA Euro 2024