KPK menetapkan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu. Rohidin Mersyah diduga mengancam akan mencopot bawahannya jika tidak bersedia memberikan pungutan demi kepentingan Pilkada 2024.
Selain Rohidin Mersyah, dua tersangka lain dalam kasus ini adalah Isnan Fajri selaku Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu dan EV alias AC selaku ajudan Gubernur Bengkulu.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan bahwa pada bulan Juli 2024, Rohidin Mersyah meminta dukungan dana untuk kepentingan Pemilihan Gubernur Bengkulu pada Pilkada November 2024.
Pada bulan September hingga Oktober 2024, Sekda Provinsi Bengkulu Isnan Fajri mengumpulkan jajaran Pemerintah Provinsi Bengkulu dan memberikan arahan dari Rohidin Mersyah untuk mendukung programnya sebagai calon Gubernur Bengkulu.
Beberapa pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu seperti Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu Syafriandi dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Provinsi Bengkulu Tejo Suroso, diketahui mengumpulkan dana agar tidak dicopot dari jabatannya.
Ada laporan bahwa Syafriandi menyerahkan uang sebesar Rp200 juta kepada Rohidin Mersyah melalui ajudan Gubernur Bengkulu, dengan harapan agar tidak kehilangan jabatannya. Sementara itu, Tejo Suroso mengumpulkan uang sebesar Rp500 juta yang berasal dari potongan anggaran ATK, potongan SPPD, dan potongan tunjangan pegawai.
Gubernur Bengkulu juga melakukan intimidasi kepada bawahannya dengan mengancam akan menonaktifkan mereka jika tidak terpilih kembali sebagai Gubernur Bengkulu.